Lagu-lagu Musisi Ini Jadi Potensi Bisnis Musik Digital Indonesia

Padahal bisnis ini dapat menjadi solusi terbaik untuk menyiasati persoalan pembajakan fisik yang hingga kini tak kunjung usai.

oleh Aditia Saputra diperbarui 05 Mar 2014, 16:10 WIB
Diterbitkan 05 Mar 2014, 16:10 WIB
afgan-140216b.jpg

Liputan6.com, Jakarta Dunia bisnis musik di Indonesia memiliki potensi yang lumayan bagus, terutama bisnis musik digital di Indonesia masih belum dimanfaatkan secara maksimal. Padahal bisnis ini dapat menjadi solusi terbaik untuk menyiasati persoalan pembajakan fisik yang hingga kini tak kunjung usai.
 
"Potensi itu sebenarnya dapat dimaksimalkan melalui penjualan karya melalui online store semacam iTunes, Google Music, Amazon, Rhapsody, Deezer, Spotify, Nokia Music, dan masih banyak lainnya. Sayangnya tren ini masih belum bisa dimaksimalkan para musisi, pelaku maupun penikmat industri musik di negeri kita," kata Chika Maryana, pelaku distribusi musik digital dari INSIDE, kepada wartawan di Jakarta, Rabu (5/3/2014).
 
Chika menilai, peluang bisnis musik digital sekarang ini sebenarnya sangat besar. Peluang ini muncul seiring dengan semakin majunya perkembangan teknologi digital maupun perangkat gadget. Melalui brand INSIDE yang dipimpinnya, wanita berparas oriental ini mengembangkan bisnis distribusi digital secara langsung kepada 160 online store di seluruh dunia. Dengan mengusung tagline 'Everyone Everyplace', dia siap membantu para musisi yang ingin mendistribusikan karyanya di online store.
 
Beberapa musisi kini telah berada di bawah naungan perusahaannya. Di antaranya ada Barry Likumahuwa, Afgan, Cherrybelle, Andien, Dea Mirela, Abdul, Joeniar Arief, Cindy Bernadette, Naif, Addie MS and Twilite Orchestra, hingga dua karya musisi senior semacam Ebiet G Ade maupun Fariz RM.
 
"Sejauh ini kami sudah bekerja sama dengan iTunes secara langsung untuk mendistribusikan hasil karya musik kami. Rupanya usaha kami tersebut mendapatkan respons yang sangat positif dari masyarakat di seluruh dunia. Sejak saat itu kami aktif mendistribusikan hasil karya musik kepada iTunes, Google Play, Amazon, Nokia Music, Rhapsody, Deezer, Spotify dan banyak lagi,'' tuturnya.
 
Chika melihat model penjualan secara digital ini setiap tahunnya terus memperlihatkan tren positif. Rujukan yang digunakannya adalah laporan yang dirilis International Federation of the Phonographic Industry (IFPI). IFPI adalah organisasi industri rekaman dunia yang memiliki 1.300 anggota di 66 negara.
 
Pada 2012, Chika menyebutkan, ada sebanyak 5,6 miliar dolar AS dana yang diterima perusahaan rekaman berkat jualan secara digital. Pemasukan tersebut meningkat sembilan persen dibandingkan tahun sebelumnya. Ia juga menjelaskan, dari pemasukan sebesar 5,6 miliar dolar AS, bisnis musik digital ternyata menyumbangkan 34 persen dari total pemasukan industri secara keseluruhan. "Nilainya mencapai 16 miliar dolar AS," ungkapnya.
 
Jika dikomparasi dengan total penduduk dunia yang mencapai 7 miliar jiwa, Chika membayangkan, nilai pemasukan 16 miliar dolar AS itu setara dengan 0,8 dolar AS untuk setiap karya digital yang diunduh. Artinya, setiap jiwa di dunia ini telah memberikan kontribusinya sebesar 0,8 dolar AS terhadap satu karya yang diunduh di dunia digital tersebut.
 

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya