Liputan6.com, Jakarta Selama ini, kerap muncul anggapan bahwa jaringan bioskop di Tanah Air belum mendukung perkembangan perfilman nasional. Bahkan, ada pula pendapat sinis yang menyebutkan bahwa pihak eksibitor lebih 'sayang' dengan film impor dibanding karya anak bangsa sendiri. Hal ini, dibantah oleh T.R. Anitio, Direktur Cinema 21, kala bertandang ke kantor Liputan6.Com, Selasa (23/2/2016).
"Kita nggak pernah against film nasional," kata Anitio. Ia menambahkan, bila dipandang dari kacamata bisnis pun, film asing dan buatan dalam negeri sebenarnya sama saja bagi pihaknya. "Namun yang perlu kita lihat adalah bagaimana melindungi kepentingan perfilman nasional," katanya.
Baca Juga
Advertisement
Anitio menyebutkan, selama ini pihaknya selalu memberi ruang bagi para sineas untuk menayangkan filmnya di bioskop jaringan Cinema 21. Baru sejak April tahun lalu, pihaknya mulai menerapkan seleksi film yang bisa ditayangkan di bioskop jaringannya. Hal ini terpaksa dilakukan, karena pihaknya 'gerah' dengan sejumlah film Indonesia yang dibuat asal jadi, yang justru merusak iklim perfilman nasional.
Baca Juga
Namun yang ditolak pun jumlahnya tak banyak. "Film yang benar-benar kita tolak itu paling hanya sepuluh judul. Karena kelewat parah," katanya.
Sementara itu mengenai kecurigaan tentang film Indonesia yang cepat menghilang dari daftar penayangan bioskop, juga dijelaskan oleh Anitio. Ia menyebutkan keputusan menurunkan sebuah judul film dari jadwal tayang, diambil setelah melihat hasil evaluasi bahwa film tersebut tidak berhasil menarik penonton. Hal ini pun, kata Anitio, tidak langsung dilakukan pada seluruh layar bioskop.
"Di bioskop yang masih perform, film tersebut tetap dipertahankan. Kecuali filmnya tidak perform merata di semua bioskop," katanya.
Ia mengatakan bahwa satu film, memiliki basis penonton yang berbeda. Dan para penonton ini, memiliki preferensi tempat menonton yang berbeda pula. Karena itu, tak heran bila satu film bisa bertahan dalam waktu lama di satu bioskop, sementara di bioskop lain tak tayang dalam waktu lama.
"Seperti Surat dari Praha, masih bertahan di Plaza Senayan (Jakarta) sampai sekarang, karena penontonnya masih bagus. Segmen penontonnya adalah orang yang ke sana," katanya.
Catherine Keng, Coporate Secretary Cinema 21, menyebutkan bahwa ada beberapa perkecualian untuk aturan itu. Ada film yang tetap dipertahankan, meski memiliki jumlah penonton yang tak begitu banyak. "Seperti misalnya Siti dan Copy of My Mind," katanya.
Ini dilakukan, sebagai apresiasi Cinema 21 terhadap film-film yang telah menorehkan prestasi, baik di dalam maupun luar negeri. (Rtn)