Sinopsis Turah, Film soal Kampung yang Dibawa ke Piala Oscar

Film Turah yang menjadi perwakilan Indonesia ke Oscar 2018, terbilang memiliki latar yang tak biasa.

oleh Liputan6.com diperbarui 21 Sep 2017, 20:30 WIB
Diterbitkan 21 Sep 2017, 20:30 WIB
Film Turah
Film Turah yang menjadi perwakilan Indonesia ke Oscar 2018, terbilang memiliki latar yang tak biasa. (Liputan6.com/Fajar Eko Nugroho)

Liputan6.com, Tegal - Film Turah karya sineas muda Wicaksono Wisnu Legowo yang dikirim menjadi perwakilan Indonesia ke Oscar 2018, terbilang memiliki latar yang tak biasa. Film ini mengambil latar sebuah kampung nelayan di pesisir Utara Kota Tegal, Jawa Tengah.

Menurut sang sutradara, alasanya pun cukup unik dan simpel karena Wisnu—panggilan sang sutradara—merupakan pemuda asli Kota Tegal yang ingin mengangkat kisah dan cerita masyarakat kampung halamannya, khususnya Kampung Tirang.

 

 

"Dan kebetulan saya lahir di Tegal, kampung Tirang ada di Tegal, saya kenal beberapa kru juga pemain yang baik dan mereka orang Tegal. Ya sudah, saya enggak punya alasan untuk enggak bikin film Turah di Tegal," ungkap Wisnu kepada Liputan6.com, Kamis(21/9/2017)

Di sisi lain, jika dilihat dari jajaran pemain dan ide cerita, bisa dibilang film Turah adalah sebuah proyek ideologis. Alhasil, pendanaannya mungkin tak semudah bila membuat film yang benar-benar dibuat untuk tujuan komersil. Berapa sebenarnya besaran bujet yang disiapkan untuk pembuatan film Turah?

"Wah, kalo bujet bisa langsung tanyakan ke produsernya saja. Saya tidak tahu persisnya. Ya mungkin sekitar ratusan juta rupiah," kata dia.

 

Sinopsis Film Turah

Dalam film Turah, Wisnu menjelaskan fakta soal kesenjangan sosial di pelosok Indonesia dengan rapi dan apik.

Film ini mengangkat kehidupan warga di Kampung Tirang, sebuah kampung yang berdiri di tanah timbul pesisir pantai Kota Tegal, yang miskin dan tertinggal.  Meski jaraknya cukup dekat dengan pusat Kota Tegal, kampung ini bisa dibilang tak tersentuh listrik. Bahkan, warga kerap sekali kesulitan air bersih. Ironi itu digambarkan Wisnu lewat rumah reot, pakaian lusuh, dan lingkungan yang kumuh, memperjelas kesenjangan di kampung tersebut.

	(Liputan6.com/Fajar Eko Nugroho)

Akibat kesenjangan itu, konflik sosial pun terjadi. Jadag (Slamet Ambari), seorang pria yang dikenal sebagai pemabuk, melakukan perlawanan terhadap ketidakadilan. Dia tak terima tanah kelahirannya diklaim oleh seorang juragan bernama Darso (Yon Daryono).

Sebagai orang yang mengklaim memiliki tanah timbul tersebut, Darso mempekerjakan warga Kampung Tirang seperti budak dan memberi mereka upah rendah. Jadag menilai apa yang dilakukan oleh Darso adalah bentuk kesewenang-wenangan. Menurutnya, Darso telah memanfaatkan warga kampung demi kepentingannya sendiri untuk memperkaya diri.

Apalagi, sejak Pakel (Rudi Iteng) menjadi tangan kanan Darso, tenaga warga makin diperas habis. Di saat hidup warga Kampung Tirang yang terus dilanda kemiskinan, Pakel yang baru bekerja tiga tahun untuk Darso sudah punya tanah dan rumah mewah.

Apa karna Pakel kue wong sekola (apa karena Pakel itu orang yang berpendidikan). Nyong ngarti Darso kue dibodoni tok (Saya tahu Darso itu dibohongi sama Pakel),” begitu sedikit penggalan dialog Jadag dalam film "Turah".

Sementara Turah (Ubaidillah), dalam film itu berperan sebagai orang yang dipercaya oleh Darso menjaga Kampung Tirang. Turah dengan gaya hidupnya yang sederhana dan tidak neko-neko, selalu menerima apa adanya pemberian dari Darso. Dia sendiri tinggal di gubuk reyot bersama istrinya, Kanti (Narti Diono).

Dalam cerita film itu, Turah bisa disebut sebagai penyeimbang dari sikap Jadag yang frontal. Turahlah yang selalu mengingatkan Jadag agar tidak melawan. Namun, bukan Jadag namanya jika tidak melawan. Suatu ketika, emosi Jadag sudah sampai ubun-ubun. Jadag berteriak ditengah kampung dan memberitahu kepada warga agar jangan mau dipermainkan oleh sang tuan tanah.

Duit sing nyong sampean olih kue dudu pecingan saka Darso, apamaning sodakoh apa infake Darso, kue duit mau kue duit bagen sampean kabeh, sebabe nyambut gawe. Dadi kue upaeh. (Duit yang kalian terima itu bukan uang cuma-cuma atau sodakohnya Darso. Tetapi duit itu adalah upah karena kalian bekerja. Jadi itu upahnya),” kata Jadag dengan nada tinggi kepada warga kampung. Protes yang dilakukan Jadag rupanya membuat sang juragan murka, bahkan menelan korban jiwa. (Fajar Bustomi) 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya