The King's Speech, Kisah Pangeran Gagap

Anda pecinta film drama? Jangan lewatkan film drama <i>The King`s Speech</i>, film bersetting kerajaan Inggris pada masa kekuasaan Raja George VI. Film ini bukan hanya sanggup menghipnotis dengan "kekayaan" artisitiknya, tapi dimensi dramanya pun memang sangat kuat.

oleh Liputan6 diperbarui 10 Feb 2011, 14:43 WIB
Diterbitkan 10 Feb 2011, 14:43 WIB
Liputan6.com, Jakarta: Anda pecinta film drama? Jangan lewatkan film drama The King`s Speech yang disutradarai Tom Hooper. Film bersetting kerajaan Inggris pada masa kekuasaan Raja George VI itu bukan hanya sanggup menghipnotis dengan "kekayaan" artisitiknya, tapi dimensi dramanya pun memang sangat kuat.

Film yang mengantongi penghargaan Toronto International Film Festival People`s Choice Award itu menceritakan Albert Frederick Arthur George alias Raja George VI. Pasalnya, sebagai ahli waris tahta, ia "dianugerahi" kesulitan bicara atau gagap sejak usia lima tahun. Mungkinkah seorang raja dengan cacat gagap?

Sebenarnya tahta itu tidakmutlak jatuh ke tangan George. Mestinya, sang kakak, David Seidler, menempati posisi puncak dan menyandang gelar raja setelah Raja George V mangkat. Lantaran lebih memilih menikahi janda keturunan Amerika, Raja George VI pun jatuh ke pangkuan George (diperankan Colin Firth).

Sebelum dinobatkan sebagai raja, beberapa kali Pangeran George harus mewakili pidato ayahnya yang sakit, baik secara langsung maupun melalui siaran radio. Dan, Duke of York--gelar yang disandang George sebelum donobatkan sebagai raja--selalu gagal.

Maka, ayah dari Ratu Elizabet dan Margharetha itu harus berjuang mengobati kegagapan George. Sang ratu, Elizabeth (diperankan Helena Bonham Carter) juga mendukung terapi yang dilakukan dokter ortodok Lionel Logue (diperankan Geoffrey Rush) itu.  Karakter sang dokter membangun kesegaran tersendiri di antara drama yang megharukan.

Sebelum menemukan dokter Logue, George VI harus melakukan terapi berbicara pada seorang ahli terapi bicara eksentrik. Dengan mulut yang penuh dengan kelereng, George harus berlatih berbicara. Cara itu membuat George menyerah.

Setelah dinobatkan sebagai raja, George pun mendapat tantangan baru. Selain harus memutuskan perang melawan Jerman, ia juga harus menyiapkan pidato pertamanya sebagai raja. Padahal, penyakit gagap itu belum sembuh total.

Berhasilkan sang raja tampil tanpa kegagapannya?

Catatan penting yang bisa diraih dari film ini: kerja keras dan kesungguhan merupakan obat paling mujarab dibandingkan terapi apa pun. Bahkan, seorang pangeran pun tetap harus berjuang untuk mencapai kesempurnaan.(SHA)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya