Badan Penelitian KLH Nilai Kondisi Lingkungan Kritis di Jawa Timur

Dilihat dari Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) juga daya dukung dan daya tampung lahan yang ada di Jawa Timur, perlu pencermatan dan prioritas sangat mendalam.

oleh Dian Kurniawan diperbarui 17 Okt 2019, 19:00 WIB
Diterbitkan 17 Okt 2019, 19:00 WIB
(Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)
P3KLL, BLI-KLHK menggelar acara Sinergi Peran Laboratorium Dalam Mendukung Early Warning System Bencana Lingkungan. (Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Liputan6.com, Surabaya - Pusat Penelitian dan Pengembangan Kualitas dan Laboratorium Lingkungan, Badan Penelitian dan Inovasi menterian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (P3KLL, BLI-KLHK) menilai aspek lingkungan di Jawa Timur sudah sangat kritis.

Ini tercermin dari kondisi Sungai Brantas, Bengawan Solo, dan beberapa industri ringan, menengah, besar, dan sumber energi yang berasal dari batu bara dan sebagainya.

"Saya menganggap dari berbagai macam parameter uji baik air, udara, maupun bahan kepadatan itu sudah rata-rata di atas ambang normatif," ujar Kepala P3KLL, BLI-KLHK, Herman Hermawan, Kamis (17/10/2019).

Herman melanjutkan, dilihat dari Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)  juga daya dukung dan daya tampung lahan yang ada di Jawa Timur, perlu pencermatan dan prioritas yang sangat mendalam. 

"Kami tahu bahwa jumlah laboratorium lingkungan yang ada di Jawa Timur dan beberapa kabupaten kota, ternyata masih sangat terbatas," ujar dia.

Lebih lanjut ia menambahkan, pihaknya sudah membandingkan dengan beberapa provinsi lain seperti Jawa Tengah, Bali, Nusa Tenggara dan di luar Jawa terutama tingkat kritis dari suatu daerah dengan anggarannya.

P3KLL, BLI-KLHK menggelar acara sinergi peran laboratorium dalam mendukung early warning system bencana lingkungan di Surabaya, Jawa Timur pada Kamis, 17 Oktober 2019.

Pada kesempatan itu, Herman menuturkan, kalau urusan lingkungan hidup ini hanya terbatas kepada dukungan dari Dinas Lingkungan Hidup.

"Padahal persoalan lingkungan hidup ini adalah personal lintas sektoral yang memerlukan dukungan dari berbagai stakeholder," tutur dia.

Oleh karena itu, P3KLL,BLI-KLHK mengundang DPRD baik provinsi, kabupaten, kota, Bappeda dan berbagai pemangku kepentingan lainnya. "Kita menyamakan semangat dan persepsi, bahwa bagaimana dukungan dari daerah terhadap urusan lingkungan hidup,” ujar dia.

 

 

 

*** Dapatkan pulsa gratis senilai jutaan rupiah dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Pemkab Lamongan Keruk 49 Embung dan Sungai

(Foto: Dok Kementerian PUPR)
Pembangunan embung oleh Kementerian PUPR (Foto: Dok Kementerian PUPR)

Sebelumnya, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lamongan, Jawa Timur memanfaatkan musim kemarau panjang di wilayah itu dengan mengeruk 41 embung dan 8 sungai. Total anggaran pengerukan itu Rp 5,6 miliar, untuk menjaga kapasitas tampungnya tetap optimal.

Kepala Bagian Humas dan Protokol Pemkab Lamongan, Agus Hendrawan menuturkan, selain itu pengerukkan sebagai antisipasi pendangkalan, sehingga jika tidak dilakukan dikhawatirkan tidak mampu lagi menampung air saat musim penghujan dan bisa menyebabkan banjir.

Terkait anggaran, kata dia, anggaran sebesar Rp 5,6 miliar dibagi Rp 4,6 miliar untuk pengerukan embung, sisanya untuk pengerukan sungai. Ia menyebutkan, embung desa yang dikeruk di antaranya Embung Tlogoanyar Lamongan, Embung Desa Kedungsoko dan Embung Desa Tunggunjagir Kecamatan Mantup, serta Embung Desa Datinawong, Kecamatan Babat.

Sedangkan di Kecamatan Tikung ada tujuh embung yang akan dikeruk, yakni Embung Banaran, Embung Langkir, Embung Takeran, Embung Kemendung, Embung Leboyo dan Embung Pilanggot serta Embung Mojoranu.

Untuk wilayah Utara, kata dia, ada Embung Desa Tunggul Kecamatan Paciran, dan Telaga Dusun Sekaran. Sedangkan untuk sungai yang dikeruk meliputi sungai Kalipatih, Balongputih, Platukan dan Kawistolegi, Sumosari serta Mertani di Kecamatan Karanggeneng. Kemudian untuk Kecamatan Kalitengah meliputi Sungai Mungli dan Tunjungmekar.

Agus mengatakan, dengan adanya pengerukan ini juga dapat membantu para petani untuk irigasi pertanian, dan diharapkan dapat menampung air saat musim hujan. Sehingga bisa dimanfaatkan sebagai irigasi untuk pertanian.

Sedangkan hingga 10 Oktober 2019, kondisi 44 waduk dan embung di Lamongan volumenya tinggal 1 persen, atau dari total kapasitas 112.785.371 meter kubik saat ini menyisakan 1.367.766 meter kubik.

Waduk yang masih menyisakan air adalah Waduk Gondang di Kecamatan Sugio tersisa 1.150.753 meter kubik, dari kapasitas maksimal 19.909.752 meter kubik. Waduk Jajong di Kecamatan Laren hanya tersisa 100 ribu meter kubik dari kapasitas maksimal 951.600 meter kubik. Sedangkan Waduk Prijetan di Kecamatan Kedungpring dari kapasitas maksimal 5.644.752 meter kubik tinggal tersisa 116.973 meter kubik.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya