Liputan6.com, Jakarta - Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (Risma) mendapatkan pujian dari Ketua Umum PDIP Megawati saat Rakernas I dan HUT ke-47 PDIP pada Jumat, 10 Januari 2020. Risma pun tidak ingin menangkap sinyal apa-apa terkait pujian Ketua Umum PDIP Megawati tersebut.
Bagi Risma, salah satu hal penting adalah bagaimana warga Surabaya sejahtera dan tidak hanya mengandalkan pembangunan fisik saja tetapi juga membangun sumber daya manusia (SDM).
"Saya bersyukur Ibu memuji. Artinya sudah menerima apa yang coba saya kerjakan di Surabaya,” ujar Risma, seperti dikutip dari Kanal News Liputan6.com.
Advertisement
Risma sering mendengar, jika sudah menjad wali kota lalu naik menjadi gubernur. Kemudian, usai menjadi gubernur jadi presiden.
"Bagi saya bagaimana saya bisa ngangkat (naik). Untuk apa saya gubernur, untuk apa saya jadi Presiden, misalkan. Tapi warga yang miskin tetap ada. Enggak ada gunanya untuk saya. Itu yang selalu saya tekankan. Itu pun pada diri saya supaya saya tidak berubah," ujar Risma.
"Kadang, kalau ada laporan, Ya Tuhan, sudah saya cari sampai kemana-mana, orang punya masalah, misalkan enggak bisa sekolah. Kenapa masih ada terus setiap hari. Artinya memang saya enggak boleh berpuas hasil," lanjut dia.
Baca Juga
Menurut dia, apa yang dilakukan Surabaya, jangan hanya dilihat perkembangan fisiknya semata. Manusianya juga harus diurusi.
"Untuk apa saya bikin kota itu bagus, untuk apa membangun kota kemudian warga enggak bisa sekolah, nganggur. Untuk apa? Enggak ada gunanya kita bangun itu. Makanya saya selalu sampaikan, kita anggarkan pendidikan 30 persen," tegas Risma.
Bicara soal pengangguran, Kadin Surabaya menilai, Surabaya tetap hadapi tantangan berat terutama peningkatan angkatan kerja yang belum diimbangi lapangan kerja baru.
Meski pertumbuhan ekonomi Surabaya di atas pertumbuhan ekonomi nasional, Ketua Kadin Surabaya M.Ali Affandi pernah menuturkan, dibutuhkan keterlibatan maksimal kelompok usaha menengah ke bawah. Pada 2018, ekonomi Surabaya tumbuh 6,19 persen, sedangkan Jawa Timur sebesar 5,5 persen dan nasional 5,17 persen.
“Tren ini perlu ditingkatkan terutama dengan pelibatan optimal kelompok usaha menengah ke bawah,” tutur dia, seperti dikutip dari Antara, Rabu, 18 Desember 2019.
Angkatan kerja Surabaya terus naik dari tahun ke tahun, termasuk karena perpindahan tenaga kerja dari luar kota ke Surabaya.
"Dan ke depan ada ancaman perlambatan ekonomi. Kita harus mengantisipasi, di satu sisi angkatan kerja naik, tapi di sisi lain ekonomi agak melambat, sehingga ada potensi peningkatan pengangguran. Ini harus dijawab dengan mendorong sektor kreatif terus tumbuh,” ujar dia.
Lalu bagaimana kondisi ketenagakerjaan di Surabaya, Jawa Timur?
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) Surabaya, tingkat pengangguran terbuka (TPT) Kota Surabaya selama 13 tahun terakhir bervariasi. Namun, TPT berada di atas level 5 persen.
Tercatat tingkat pengangguran terbuka pada 2010 sebesar 6,84 persen, 2011 sebesar 7,81 persen, 2012 sebesar 5,27 persen, 2013 sebesar 5,32 persen. Kemudian meningkat menjadi 5,82 persen pada 2013 dan 2015 sebesar 7,01 persen. Sementara itu, data 2016 tidak tersedia. Data TPT kembali hadir pada 2017 dengan angka 5,98 persen. Tingkat TPT meningkat menjadi 6,12 persen pada 2018 dan Agustus 2019 sebesar 5,87 persen.
Hal ini menunjukkan dari setiap 100 orang angkatan kerja terdapat lima sampai enam orang yang menganggur. Adapun tingkat pengangguran terbuka artinya persentase jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja.
Ppemerintah Kota Surabaya tentu sudah merespons hal itu dengan membuka semakin banyak lapangan pekerjaan yang secara tidak langsung dapat terlihat dari kinerja ekonomi yang diukur melalui pertumbuhan ekonomi yang meningkat dari tahun ke tahun.
Akan tetapi, yang tidak kalah penting juga bagaimana meningkatkan daya saing penduduk Surabaya agar mampu bersaing dalam mengisi lapangan pekerjaan yang ada.
Penguatan daya saing tenaga kerja Surabaya menjadi keniscayaan karena setiap lapangan pekerjaan yang tersedia di Surabaya akan menarik perhatian para pencari kerja yang tinggal di kabupaten/kota di sekitar Surabaya, seperti yang berasal dari Sidoarjo, Gresik, Pasuruan, Mojokerto dan lainnya.
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga, Rahma Gafmi menyoroti kondisi ketenagakerjaan dengan TPT turun signifikan dari 7,01 persen pada 2015 menjadi 5,98 persen pada 2017. Ia menilai, pada 2017, jumlah angkatan kerja di Surabaya naik 1,89 persen menjadi hampir 1,5 juta orang dibandingkan periode 2015 sebesar 1,47 juta orang atau terjadi penambahan sekitar 33 ribu orang angkatan kerja.
Hal ini sejalan dengan peningkatan TPAK Surabaya mencapai 66,36 persen atau meningkat 0,26 persen dibandingkan 2015. Meski jumlah angkatan kerja 2017 mengalami sedikit peningkatan, hal itu merupakan hal positif yang terjadi Surabaya dengan penambahan penduduk usia kerja yang bekerja.
Penambahan angkatan kerja yang bekerja mencapai 41 ribu orang pada 2017. Ini akan berdampak pada semakin kecilnya jumlah penduduk usaia kerja yang menganggur artinya ini semakin kecil pula proporsi pengangguran terhadap angkatan kerja.
"Saya melihat pada 2017, Surabaya mengalami penurunan pengangguran yang sangat signifikan dibandingkan periode 2015. Tahun 2015, TPT Kota Surabaya mencapai 7,01 persen sedangkan 2017 menurun ke 5,98 persen atau mengalami penurunan sekitar 1,03 persen," ujar dia saat dihubungi Liputan6.com.
Lebih lanjut ia menuturkan, capaian tersebut bagus karena Surabaya dapat mewujudukan kondisi ketenagakerjaan yang penuh untuk karyawan meski masih lumayan harus menggenjot TPT pada kisaran 3-4 persen.
Rahma menilai, Pemerintah Kota Surabaya sudah berupaya dengan meningkatkan pelatihan-pelatihan melalui Balai Latihan Kerja (BLK) dan lainnya. "Ini terbukti banyak tersedia workshop-workshop untuk penduduk yang masih rendah daya saingnya dalam hal ini misalnya ekonomi kreatif yang dirintis bu Risma," ujar dia.
Rahma mengingatkan hal terpenting saat ini Pemerintah Kota Surabaya bisa meningkatkan pertumbuhan investasi langsung di Surabaya. Misalnya industri pengolahan dan peningkatan sektor pariwisata.
"Sektor pariwisata itu rendah dibandingkan kota-kota lain. Surabaya tertolong dengan sektor pariwisata Jawa Timur untuk orang berkunjung ke Jawa Timur banyak masih menginap hotel di Surabaya," tutur dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Kondisi Ketenagakerjaan Selama Setahun
Terkait kondisi ketenagakerjaan Surabaya pada Agustus 2019, jumlah angkatan kerja Surabaya pada Agustus 2019 sebanyak 1,57 juta orang, naik hampir 47 ribu orang dibandingkan Agustus 2018.
Komponen pembentuk angkatan kerja adalah penduduk yang bekerja dan pengangguran. Pada Agustus 2019, sebanyak 1,47 juta orang adalah penduduk bekerja dan sebanyak 92 ribu orang lainnya adalah pengangguran. Dibandingkan setahun lalu, jumlah penduduk bekerja bertambah 48 ribu orang dan pengangguran berkurang lebih dari 1.000 orang.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) juga meningkat. TPAK pada Agustus 2019 tercatat sebesar 68,61 persen, naik 1,63 persen dibandingkan Agustus 2018 yang tercatat 66,98 persen.
Berdasarkan jenis kelamin, terdapat perbedaan TPAK antara laki-laki dan perempuan. Pada Agustus 2019, TPAK laki-laki sebesar 81,33 persen. Sedangkan TPAK perempian hanya sebesar 56,39 persen. Dibandingkan kondisi setahun lalu, TPAK laki-laki meningkat 0,68 persen dan TPAK perempuan meningkat 2,52 persen.
Berdasarkan tingkat pendidikan terjadi penambahan angkatan kerja cukup signifikan di tingkat pendidikan tinggi pada level universitas sebesar 27,35 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Ini artinya terjadi penambahan hampir 71 ribu orang penduduk usia kerja yang aktif di pasar kerja baik sebagai pekerja maupun pengangguran dengan pendidikan universitas.
Sementara itu, pada tingkat pendidikan, SMP dan SMA menurun masing-masing sebesar 8,4 persen dan 8,24 persen. Penduduk bekerja di Surabaya menurut lapangan pekerjaan pada Agustus 2019 masih didominasi oleh sektor jasa yaitu sebesar 75,97 persen yang meliputi sektor perdagangan besar dan eceran reparasi dan perawatan mobildan sepeda motor.
Selanjutnya transportasi dan pergudangan, penyediaan akomodasi dan makan dan minum, informasi dan komunikasi, jasa keuangan dan asuransi, real estat, jasa perusahaan, administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib, jasa pendidikan, kesehatan dan kegiatan sosial, dan jasa lainnya.
Kalau melihat dari tren lapangan pekerjaan selama Agustus 2018-Agustus 2019, lapangan pekerjaan pada kelompok pertanian dan manufaktur meningkat masing-masing 0,23 persen dan 1,96 persen. Sedangkan lapangan kerja pada kategori kelompok jasa turun 2,2 persen.
Dari seluruh penduduk bekerja pada Agustus 2019, status pekerjaan utama yang terbanyak adalah sebagai buruh, karyawan dan pegawai sebesar 63,90 persen. Kemudian diikuti status berusaha sendiri sebesar 17,93 persen, status berusaha dibant buruh tidak tetap atau tidak dibayar 6,01 persen, pekerjakeluarga atau tidak dibayar 5,14 persen, berusaha dibantu buruh tetap sebesar 4,58 persen dan pekerja bebas di non pertanian sebesar 2,44 persen.
Advertisement