Menambah Wawasan, Cegah Stigma Negatif COVID-19

Dosen Fakultas Psikologi, Universitas Tujuh Belas Agustus (Untag) Surabaya Karolin Rista menuturkan, stigma negatif kepada pasien COVID-19 terjadi karena pemahaman dan pengetahuan yang terbatas.

oleh Agustina Melani diperbarui 12 Jul 2020, 04:00 WIB
Diterbitkan 12 Jul 2020, 04:00 WIB
Stigma Negatif Virus Corona
Ilustrasi Pencegahan Covid-19 Credit: pexels.com/cottonbro

Liputan6.com, Jakarta - Pandemi COVID-19 tak hanya memukul sejumlah sektor tetapi juga menimbulkan stigma negatif. Hal ini ditunjukkan dari adanya penolakan pemakaman jenazah COVID-19. Di sisi lain, ada juga pasien sembuh dari COVID-19 yang dikucilkan dan juga terhadap tenaga medis.

Dosen Fakultas Psikologi, Universitas Tujuh Belas Agustus (Untag) Surabaya Karolin Rista menuturkan, ada penolakan pemakaman jenazah pasien COVID-19 dan pasien COVID-19 yang sudah sembuh tetapi dijauhi ini menunjukkan stigma negatif. Hal ini lantaran terjadi karena pemahaman dan pengetahuan yang terbatas.

Apalagi COVID-19 yang disebabkan virus corona baru (Sars-CoV-2) ini juga hal baru.Oleh karena itu, menurut Karolin untuk menghadapi dan mengatasi stigma tersebut dengan menambah wawasan.

"Jangan konsumsi berita hoaks yang membuat informasi menjadi keliru dan tidak benar. Akan tetapi menambah wawasan dari sumber benar," ujar dia saat dihubungi Liputan6.com, ditulis Minggu (12/7/2020).

Selain itu, Karolin menilai tiap-tiap individu berbeda responsnya terhadap pandemi COVID-19. Ada seseorang yang sudah mengerti, memahami, memiliki pengetahuan baik mengenai COVID-19 sehingga dapat berdamai dengan kondisi yang terjadi saat ini.

Namun, di sisi lain, ada juga individu masih belum berdamai dengan kondisi pandemi COVID-19. Oleh karena itu, Karolin menuturkan, seseorang sudah berdamai dengan kondisi saat ini lebih mampu dibangun empatinya sehingga lebih peduli dan menolong orang lain.  "Pentingnya untuk mengenal diri sendiri dan lingkungan sekitar,” kata Psikolog ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Pentingnya Tokoh untuk Edukasi Masyarakat

Selain itu, Karolin menilai, butuh tokoh seperti pemuka agama, RT/RW, pemimpin yang terus menerus mau edukasi masyarakat untuk memberikan pemahaman mengenai COVID-19. Dengan demikian diharapkan dapat menimbulkan sisi empati kepada pasien COVID-19.

"Kadang kita dengar ada pasien pulang sembuh dari COVID-19 disambut hangat oleh warga. Itu butuh peran dan ada inisiator untuk mengajak warga menyambut pasien tersebut. Inisiator itu yang diperlukan untuk memperlakukan individu dengan baik. Itu pentingnya figur dari pemuka agama, RT, pemimpin yang terus mengedukasi masyarakatnya," ujar dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya