Epidemiolog Unair: Vaksin Covid-19 Efektif Jika Cakup 70 Persen Populasi

Indonesia butuh sekitar 400 juta dosis vaksin jika termasuk vaksin yang tidak terpakai karena rusak.

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Jan 2021, 14:13 WIB
Diterbitkan 09 Jan 2021, 14:13 WIB
Ilustrasi vaksin Covid-19.
Ilustrasi vaksin Covid-19. (Liputan6.com)

Liputan6.com, Surabaya - Ahli Epidemiologi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Windhu Purnomo menyebut, program vaksinasi baru efektif mengendalikan pandemi kalau cakupannya minimal mencapai 70 persen populasi. Dengan catatan, jika tidak ada varian baru COVID-19 yang lebih ganas.

"Masalahnya kita tidak tahu kapan akan tercapai 70 persen atau 189 juta orang yang divaksin itu. Padahal ketersediaan vaksin kita tergantung dari luar negeri karena kita belum bisa memproduksi vaksin sendiri. Kita baru bisa memproduksi tahun 2022," kata Windhu di Surabaya, Kamis, 7 Januari 2021. 

Ia melanjutkan, semakin tinggi kemungkinan penularan COVID-19, maka herd imunity harus semakin tinggi proporsi yang harus divaksin, dilansir dari Antara.

Untutk itu, dirinya mengingatkan masyarakat untuk tetap mematuhi protokol kesehatan pencegahan COVID-19 meskipun program vaksinasi akan dijalankan.

"Masyarakat jangan hanya mengandalkan vaksin. Protokol kesehatan seperti 3M (memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak) harus tetap dipatuhi agar pandemi ini segera berlalu," kata Windhu.

Saat ini di dunia masih tersedia 11 vaksin yang telah menyelesaikan uji tahap ketiganya. Jumlah tersebut sangat kecil jika melihat kebutuhan dari 200 negara yang terkena COVID-19

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini

Butuh 400 Dosis

Ilustrasi Vaksin Virus Corona COVID-19. (File foto: AFP / John Cairns)
Ilustrasi Vaksin Virus Corona COVID-19. (File foto: AFP / John Cairns)

Sementara Indonesia butuh sekitar 400 juta dosis vaksin jika termasuk vaksin yang tidak terpakai karena rusak. Windhu memperkirakan dalam satu bulan, Indonesia hanya mampu menyuntikkan 35 juta dosis vaksin saja.

Jumlah itu dalam sebulan mengover 15 juta orang. Sementara vaksinasi membutuhkan waktu lebih setahun. Artinya pandemi baru akan berakhir lebih dari setahun atau 18 bulan.

"Jadi jangan mengandalkan vaksin. Kita harus tiru negara lain, seperti Australia, Vietnam, China sudah terkendali sebelum vaksin ada. Vaksin itu supaya mencegah wabah baru. Kita harusnya bisa," ujarnya.

Dia kembali menyatakan kunci dari pengendalian COVID-19 ialah disiplin protokol kesehatan atau 3M.

"Pemerintah harus testing dan tracing. Pandemi ini berhasil dikendalikan jika dapat mengisolasi orang yang positif. Mereka bisa dilihat jika dites. Vaksin hanya mempercepat tapi bukan andalan. Masyarakat harus 100 persen 3M, paling penting adalah menjaga jarak," ucapnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya