Blak-blakan Sekda Mirfano soal Kisruh di Pemkab Jember

Sekretaris Daerah Kabupaten Jember Mirfano blak-blakan soal penyebab kegaduhan birokrasi di lingkungan pemkab Jember.

oleh Liputan6.com diperbarui 25 Jan 2021, 16:19 WIB
Diterbitkan 25 Jan 2021, 16:19 WIB
Bupati Jember Faida MMR bersama Merchandising, Marketing & Store Operation Manager Matahari Putra Prima Christian Kurnia dan Executive Director  Lippo Malls Indonesia Marshall Martinus. (Foto: Lippo)
Bupati Jember Faida MMR bersama Merchandising, Marketing & Store Operation Manager Matahari Putra Prima Christian Kurnia dan Executive Director Lippo Malls Indonesia Marshall Martinus. (Foto: Lippo)

Liputan6.com, Surabaya - Sekretaris Daerah Kabupaten Jember Mirfano blak-blakan soal penyebab kegaduhan birokrasi di lingkungan pemkab Jember.

"Ada dua kebijakan yang saat ini menjadi sumber kegaduhan para pejabat dan ASN Kabupaten Jember," kata Mirfano, dikutip dari Antara, Senin (25/1/2021).

Menurut Mirfano, penyebab kegaduhan birokrasi di Pemkab Jember itu, pertama yakni adanya perintah yang disampaikan melalui pesan WhatsApp kepada 16 organisasi perangkat daerah (OPD) untuk menyusun rencana kerja belanja (RKB) dari pos anggaran belanja tidak terduga.

"Perintahnya melalui WhatsApp, bukan perintah tertulis, sehingga membuat bingung para kepala OPD dan melaporkannya kepada saya," tuturnya.

Dasar pencairan anggaran belanja tidak terduga tersebut adalah Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 1 Tahun 2021 tentang APBD 2021. Padahal, perbup tersebut diundangkan tanpa pengesahan Gubernur Jawa Timur.

"Bagaimana kita bisa mencairkan anggaran yang dasarnya tidak punya legal standing. Terhadap Perbup APBD itu sudah kami laporkan kepada Ibh Gubernur Jatim belum lama ini," kata Sekda Mirfano.

Sementara penyebab kegaduhan yang kedua, menurut Mirfano, adalah adanya kebijakan pengundangan kedudukan dan susunan organisasi tata kerja (KSOTK) 2021 yang menjadi dasar penerbitan surat keputusan pelaksana tugas untuk seluruh jabatan, sehingga ada lima poin yang kemudian muncul dan berlaku berikutnya. "Dengan diundangkannya KSOTK 2021 itu, seluruh jabatan demisioner segera ditetapkan sebagai pejabat untuk mengisi jabatan sesuai KSOTK yang baru itu," katanya.

Menurut Mirfano, penetapan pejabat pelaksana tugas itu bermakna telah terjadi perubahan status hukum terhadap pejabat definitif pada KSOTK sebelumnya, yang berarti pula telah terjadi penggantian jabatan yang dilarang oleh UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

"Padahal, penetapan jabatan Plt (pelaksana tugas) itu hanya bisa dilakukan untuk mengisi jabatan yang kosong, yakni untuk pejabat yang eselonnya setara atau setingkat lebih tinggi," jelas Mirfano yang mantan Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Jember itu.

Kemudian terhadap pengundangan SOTK 2021, lanjut sekda, akan berdampak pada seluruh pejabat akan berstatus staf, padahal pembebasan pejabat menjadi staf harus melalui mekanisme pemeriksaan oleh atasan langsung berdasarkan PP Nomor 53 tahun 2010.

Jika proses itu tidak dilalui, pejabat yang bersangkutan (pejabat yang masih ada) harus dikukuhkan kembali sesuai dengan jabatan yang sebelumnya, atau setara dengan jabatan sebelumnya.

"Akibat dari demosioner seluruh ASN berposisi staf, maka seluruh ASN berposisi sebagai staf. Tidak ada yang memenuhi syarat untuk menduduki posisi jabatan eselon ll, lll dan lV, walaupun dengan status Plt atau Plh (pelaksana harian)," katanya.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Stagnasi Pemerintahan

Mirfano menjelaskan hal itu bermakna telah terjadi stagnasi pemerintahan akibat dari krisis legalitas jabatan itu, sehingga menyikapi hal tersebut pihaknya mengimbau kepada para pejabat dan ASN tetap tenang untuk menyikapi kegaduhan tersebut dengan pikiran yang jernih.

"Saya minta seluruh ASN melayani masyarakat dengan sungguh-sungguh, sehingga fokus dalam pelayanan," ujarnya.

Mengenai perintah menyusun rencana kerja belanja yang bersumber dari WhatsApp atau lisan, tanpa perintah tertulis, dimohon untuk mengabaikan saja dan apabila ada perintah tertulis, pihaknya meminta pejabat tetap berkonsultasi.

Sementara itu, Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo) Jember saat dikonfirmasi mengaku tidak tahu instruksi RKB 16 OPD tersebut, padahal perintah dalam WhatsApp yang beredar di grup pejabat itu diakhiri dengan kata Komunikasi: P. Gatot Diskominfo.

"Kok bisa ada nama saya, mesti saya diikut-ikutkan," dalam pesan singkatnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya