Jelang Muktamar, UMJ Gelar Seminar Rekonstruksi Sistem Ketatanegaraan

Jimly mengatakan bahwa bernegara adalah kegiatan dalam membuuat keputusan bukan wacana yang hanya retorika yang mendisrupsi.

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Mar 2022, 19:22 WIB
Diterbitkan 16 Mar 2022, 13:23 WIB
Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta Ma’mun Murod. (Istimewa)
Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta Ma’mun Murod. (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) menggelar seminar pra muktamar Muhammadiyah-Aisyiyah ke-48 bertajuk "Rekonstruksi Sistem Ketatanegaraan Indonesia", pada Rabu, (16/3/2022).

Rektor UMJ Ma’mun Murod menjelaskan, tema yang diusung sangat kontekstual dengan Indonesia kekinian.

"Merekontruksi berarti konstruksi saat ini dinilai sudah gagal, maka harus ada pembangunan kembali sistem yang ada di indoenesia saat ini," ujarnya.

Dia berharap banyak masukan tawaran rekonstruksi sistem dan rangkaian pra muktamar harus menjadi buku. 

Sementara itu, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti menjelaskan, seminar ini sebagai bagian dari upaya bagaimana mendapatkan masukan dan gagasan besar dalam rangka penyusunan muktamar.

"Selian itu, kepentingan lebih luas yaitu memberikan sumbangan bagi keindonesiaan dan keumatan' katanya.

Dia menyatakan, Muhammadiyah melihat adanya gejala pada sistem ketatanegaraan. Muhammadiyah menjadi bagian dari bangsa Indonesia yang konsen terhadap isu tersebut dan menjadikan Amal Usaha Muhammadiyah sebagai strategic partner dakwah.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Penguatan Sistem Leadership

Pakar hukum Jimly Ash-Shiddiqe menyinggung wacana penundaan pemilu. Jimly mengatakan, bernegara adalah kegiatan dalam membuuat keputusan bukan wacana yang hanya retorika yang mendisrupsi.

"Harusnya kita mengambil jarak lebih jauh untuk melihat secara keseluruhan dan melakukan evaluasi," katanya.

Menurutnya perlu ada rekonstruksi ketatanegaraan. Pelembagaan politik di negara ini harus dimodernisasi.

"Sekarang budayanya masih feodal, tergantung pada figur. Maka yang harus dilakukan adalah penguatan sistem leadership bukan figur," jelasnya.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya