Anak Kiai Jombang MSAT Dituntut 16 Tahun Penjara, Pengacara: Sadis

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut penjara 16 tahun untuk terdakwa pencabulan dengan terdakwa anak kiai Jombang, Moch Subechi Azal Tsani (MSAT) alias Bechi.

oleh Dian Kurniawan diperbarui 11 Okt 2022, 06:09 WIB
Diterbitkan 11 Okt 2022, 06:09 WIB
Ketua Tim Penasihat Hukum terdakwa MSAT, Gede Pasek Suardika. (Dian Kurniawan/Liputan6.com)
Ketua Tim Penasihat Hukum terdakwa MSAT, Gede Pasek Suardika. (Dian Kurniawan/Liputan6.com)

 

 

Liputan6.com, Surabaya - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut penjara 16 tahun untuk terdakwa pencabulan dengan terdakwa anak kiai Jombang, Moch Subechi Azal Tsani (MSAT) alias Bechi.

“Pasal 285 KUHP juncto pasal 65 KUHP. Kami menuntut dengan ancaman maksimal 16 tahun,” ujar ujar jaksa yang juga Kajati Jatim Mia Amiati di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (10/10/2022).

Ketua Tim Pengacara anak kiai Jombang Moch Subechi Azal Tsani (MSAT) alias Bechi, Gede Pasek Suardika menyatakan, tingginya tuntutan jaksa terhadap sang klien itu menunjukkan bahwa tidak ada gunanya membuka fakta persidangan, menggali keterangan saksi, maupun menguji alat bukti.

"Tuntutannya (jaksa) sadis. Dan ini mungkin lebih banyak orang yang tidak pernah sidang yang hadir hari ini. percuma kita membuka fakta persidangan, menggali keterangan saksi, menguji alat bukti di sidang kalau kemudian desainnya kembali ke awal bahwa harus dihukum seberat-beratnya bahwa ada target-target tertentu," ucapnya.

Ia menambahkan, dalam pertimbangan tuntutan jaksa tadi, JPU dianggap telah mengakui adanya saksi yang bersifat testimonium de auditu alias saksi yang hanya mendengarkan keterangan dari orang lain. Meski demikian, jaksa meminta pada hakim agar tetap menggunakan kesaksian tersebut.

"Melihat pertimbangan yang disampaikan JPU tadi, dia (jaksa) mengakui ada (saksi) testimonium de auditu. Tapi dia (jaksa) minta pada majelis hakin untuk tetap dipakai," ujarnya.

Selain persoalan tersebut, ia juga menyoroti soal adanya dua keterangan saksi yang namanya disebutkan dalam dakwaan sebagai pemberat. Namun disatu sisi nama tersebut juga tidak diakui oleh jaksa.

"Bayangkan mengakui testimonium de auditu, kemudian dia menyebutkan bahwa ada 2 keterangan yang dihadirkan oleh yang bersangkutan. Namanya disebutkan sebagai pemberat, tapi namanya tidak diakui, padahal mereka ini memberikan keterangan saksi berderet dengan korban. Dan saya kira ini, kalau boleh kalau tuntutannya lebih dari itu juga. Ini sama sekali tidak ada pertimbangan lain. Pokoknya gas pol, 16 tahun," tukasnya.

Rekayasa

GPS menyatakan sudah menduga sebelumnya kliennya akan dituntut berat. Ia beralasan, kasus tersebut dianggapnya sarat dengan rekayasa.

"Iya memang dari awal dari cara penggarapan kasusnya sudah begitu (ada rekayasa). Jadi dilengkapkan seperti ini, ya saya enggak tahu, apakah di ruangan sidang ini ada pengadilan atau penghakiman diujungnya nanti. Namanya pengadilan. Adil itu menguji alat bukti, saling berkesesuaian atau tidak," katanya.

Ia kembali menegaskan, bahwa perkara yang ditanganinya ini sudah didesain sedemikian rupa sejak awal. Oleh karenanya, ia pun menyindir jika sejak awal harusnya kasus tersebut tidak perlu lagi menghadirkan saksi maupun menguji alat bukti.

Infografis: Deretan kasus kekerasan seksual di dunia pendidikan Tahun 2011 (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis: Deretan kasus kekerasan seksual di dunia pendidikan Tahun 2011 (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya