Pengertian

Delirium adalah kondisi yang cukup umum ditemui, khususnya pada penderita usia lanjut di rumah sakit. Delirium merupakan suatu kondisi penurunan kesadaran dengan gejala yang tidak khas. Gangguan ini bersifat akut dan berfluktuatif.

Prevalensi kejadian delirium berada di kisaran 23% untuk rawat inap. Delirium memiliki dampak yang buruk karena tidak hanya memperpanjang masa rawat dan menurunkan kualitas hidup penderitanya, namun delirium juga meningkatkan angka kematian penderita.

Penyebab

Delirium merupakan fenomena kompleks, multifaktorial, dan memengaruhi berbagai bagian sistem saraf pusat. Salah satu mekanisme terjadinya delirium adalah defisiensi neurotransmitter. Selain itu, hipoglikemia dan hipoksia juga berperan dalam terjadinya delirium. Defisiensi asetilkolin dapat mengganggu transmisi neurotransmitter di otak.

Selain itu, delirium juga dapat terjadi sebagai akibat penghentian substansi seperti alkohol, benzodiazepin, atau nikotin. Faktor predisposisi seorang mengalami delirium adalah:

  • Usia sangat lanjut
  • Mild cognitif impairment – demensia
  • Gangguan fungsi beraktivitas
  • Gangguan sensorium
  • Frailty elderly
  • Obat (ranitidin, simetidin, ciprofloxacin psikotropika)
  • Polifarmasi

Faktor pencetus yang sering dijumpai antara lain:

  • Pneumonia
  • Infeksi saluran kemih
  • Hiponatremia
  • Dehidrasi
  • Hipoglikemia
  • CVD
  • Perubahan lingkungan (perpindahan ruangan)

Delirium

Diagnosis

Untuk menentukan diagnosis delirium, dapat dilakukan melalui pengamatan yang teliti dari tampilan klinis penderita. Oleh karena itu diperlukan pemahaman yang sebenarnya tentang gambaran klinis delirium. Umumnya, penderita datang dengan keluhan berkurangnya atensi atau perhatian, gangguan psikomotor, gangguan siklus tidur dan terjadi dalam waktu pendek.  

Diagnosis delirium memerlukan lima kriteria, yaitu:

  • Gangguan kesadaran, berupa penurunan kejernihan kesadaran terhadap lingkungan, dengan penurunan kemampuan fokus, mempertahankan atau mengubah perhatian.
  • Gangguan berkembang dalam periode singkat (biasanya beberapa jam hingga hari) dan cenderung berfluktuasi dalam perjalanannya.
  • Perubahan kognitif (seperti defisit memori, disorientasi, gangguan bahasa) atau perkembangan gangguan persepsi yang tidak dapat dimasukkan ke dalam kondisi demensia.
  • Gangguan pada kriteria pertama (gangguan kesadaran) dan ketiga (gangguan kognitif) tidak disebabkan oleh gangguan neurokognitif lain yang telah ada, terbentuk ataupun sedang berkembang serta tidak timbul pada kondisi penurunan tingkat kesadaran berat, seperti koma.
  • Temuan bukti dari riwayat, pemeriksaan fisik, atau laboratorium yang mengindikasikan gangguan terjadi akibat konsekuensi fisiologis langsung suatu kondisi medik umum, intoksikasi atau penghentian substansi (seperti penyalahgunaan obat atau pengobatan), pemaparan terhadap toksin, atau karena etiologi multipel.

Gejala

Gejala utama dari delirium adalah adanya gangguan kognitif global yang ditandai adanya gangguan ingatan jangka pendek, gangguan persepsi, atau gangguan proses pikir.

Selain itu, delirium juga dapat menunjukkan tampilan psikomotor seperti:

  • Delirium hipoaktif
    Sebanyak 25% akan memiliki tampilan klinis berupa delirium hipoaktif. Pada delirium tipe ini, penderita akan bersikap tenang dan menarik diri. Penderita akan cenderung tertidur dan memiliki respons yang lambat.
  • Delirium hiperaktif.
    Penderita akan menunjukkan tampilan gaduh, gelisah dan bicara meracau. Selain itu, penderita juga sering mengalami halusinasi.
  • Delirium campuran
    Penderita menunjukkan gambaran klinis baik hiperaktif maupun hipoaktif.

Pengobatan

Langkah utama adalah menilai semua kemungkinan penyebab, menyediakan dukungan suportif, dan mencegah komplikasi. Jagalah kondisi penderita agar tidak terjadi kecelakaan selama perawatan, karena penderita berada pada fase penurunan kesadaran. Penanganan masalah yang mendasari sangat diperlukan –misalkan infeksi, penurunan gula darah, gangguan dapat buang air besar (BAB) atau buang air kecil (BAK), dan imobilisasi.

Pencegahan 

Pencegahan delirium dapat dilakukan dengan menghindari berbagai faktor risiko yang meningkatkan risiko delirium. Orang berusia lanjut (di atas 60 tahun) memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami delirium.

Hindari penggunaan obat yang meningkatkan risiko deliritum, seperti ranitidin, digoksin, ciprofloxacin, kodein, amitriptilin (antidepresan), benzodiazepine. Selain itu, keterlibatan berbagai disiplin ilmu yang berbeda diperlukan guna menyelesaikan permasalahan delirium penderitanya.

Tampilkan foto, video, dan topik terkait