HPN 2022
Tahun 2022, ada sekitar 40 rangkaian kegiatan dalam peringatan Hari Pers Nasional antara lain yaitu konvensi media massa di tanggal 7 & 8 Februari 2022, seminar pariwisata bangkit, seminar energi dan pertambangan, seminar moneter dan fiskal, Workshop pendidikan jurnalistik, Diskusi Anugerah Jurnalistik Adinegoro, Klinik Penulisan Kebudayaan, bakti sosial dan lain-lain.
Puncak perayaan tahun ini dilaksanakan di Halaman Kantor Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra), Kota Kendari, pada 9 Februari esok yang rencananya akan dihadiri oleh Presiden Jokowi secara virtual.
Perayaan Hari Pers Nasional 9 Februari tak terlepas dari pentingnya kebebasan pers di Indonesia.
Sejarah Hari Pers Nasional 9 Februari
Mengutip dari laman PWI, pada tanggal 8 Juni 1946 para tokoh surat kabar dan tokoh pers nasional berkumpul di Yogyakarta untuk mengikrarkan berdirinya Serikat Surat Kabar (SPS). Kebanyakan wartawan atau penulis surat kabar merupakan para aktivis pergerakan, di antaranya Sukarno, Adam Malik, Ki Hadjar Dewantara, Tjipto Mangunkusumo, W.R. Supratman, Mohammad Yamin, Iwa Kusumasumantri, dan Rasuna Said.
Para tokoh pers pada waktu itu menganggap bahwa barisan penerbit pers perlu ditata dan dikelola, dalam segi idiil dan komersialnya. Sebab, saat itu penjajah dan pers asing masih hidup dan tetap berusaha mempertahankan pengaruhnya. Berangkat dari pemikiran inilah yang kemudian para tokoh pers bersepakat untuk mendirikan SPS.
Dalam sejarah pers Indonesia, sebenarnya SPS telah lahir sebelum tanggal 6 Juni 1946, tepatnya bersamaan dengan berdirinya Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Surakarta pada 9 Februari 1946.
Pertemuan yang diselenggarakan di Sono Suka yang kini menjadi Monumen Pers, Surakarta itu dilakukan pada tanggal 9-10 Februari, yang mana melibatkan banyak tokoh pers pemimpin surat kabar, majalah, wartawan, dan para pejuang wartawan.
Meski sudah digagas sejak tahun 1946, namun ternyata Hari Pers Nasional baru diresmikan pemerintah di era Orde Baru yaitu di tahun 1985, melalui Keputusan Presiden RI No. 5 tahun 1985 yang ditandatangani oleh Presiden Soeharto pada 23 Januari 1985.
Tentu ini menjadi hal yang menarik karena di tahun-tahun sebelumnya, yaitu antara  1952 sampai 1965, pemerintah melakukan 561 kali tindakan anti Pers menurut catatan catatan Edward C smith.
Masih Banyaknya Kasus Kekerasan Terhadap Wartawan
Peringatan kebebasan pers sangat penting karena memberikan informasi yang adil terhadap masyarakat perihal hak-hak mereka.
Namun bekerja sebagai wartawan tak lepas dari kekerasan yang dilakukan orang-orang yang berkepentingan sehingga ini membuat ekosistem wartawan di Indonesia masih belum cukup bebas untuk berekspresi dan menyuguhkan berita yang independen.
Tahun 2020 saja ada sekitar 114 kasus menurut Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, angka ini mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya yaitu 79 kasus. Mengutip data AJI, pada 2020 terdapat 84 kasus kekerasan terhadap jurnalis. Pelaku paling banyak adalah polisi.
Tentu ini menjadi PR semua pihak untuk menciptakan ruang aman bagi jurnalis.
Jelang 26 Tahun Belum Terungkapnya Pembunuhan Wartawan Udin
Udin yang merupakan jurnalis Harian Bernas dianiaya orang tak dikenal. Pembunuhan ini diduga kuat karena pemberitaan yang ditulisnya pada 13 Agustus 1996. Tiga hari berselang atau tanggal 16 Agustus 1996, Udin mengembuskan napas terakhirnya.
Setelah 25 tahun atau seperempat abad kasus ini tak kunjung ada kejelasan. Dalam kasus Udin, belum ada terdakwa yang sudah menerima vonis bersalah dari hakim, sehingga tidak bisa diberi tenggat waktu kedaluwarsa 18 tahun.