Mesin Maskapai
Pesawat ini memakai mesin Turboprop yang cukup populer di sejarah industri pesawat, yang diproduksi oleh Pratt & Whitney Canada. Mesin pesawat ini secara bawaan mempunyai kekuatan berkisar antara 580 sampai 920 tenaga kuda yang bisa dimaksimalisasi hinggan 1.940 tenaga kuda.
Kapasitas Penumpang
Pesawat mungil ini bisa menampung penumpang hingga 13 orang dengan empat baris kursi di belakang kokpit. Bagian bawah pesawat ini bisa dipasangi peralatan mendarat yang disesuaikan kebutuhan lokasi penerbangan, mulai dari roda untuk jalur normal hingga ski untuk pendaratan di atas air.
Tsunami Mengubah Jalan Hidup Pemilik Susi Air
Maskapai Susi Air terbilang cukup sukses saat ini. Hal ini karena maskapai tersebut mampu bertahan sebagai maskapai perintis dengan fokus menerbangkan pesawatnya ke wilayah-wilayah ke daerah terpencil.
Namun, siapa sangka awal mulai maskapai ini berdiri karena sang pemilik yaitu Susi Pudjiastuti membutuhkan akomodasi untuk mengirimkan barang berupa hasil laut ke eksportir di Jakarta.
Langkah Susi dengan membeli pesawat khusus untuk bisa mengirim ikan dan lobster ke daerah tujuan tetap dalam keadaan segar pun kian lama kian berkembang sehingga dia akhirnya memutuskan untuk fokus membuka usaha penerbangan komersil pada 15 Januari 2005.
"Saya sebenarnya tidak pernah berniat untuk membangun airline. Kami hanya beli pesawat untuk bawa lobster dari seluruh pantai selatan untuk sampai ke pintu ekspor. Tapi tsunami juga mengubah seluruh jalan hidup," ujar Susi saat konferensi pers di Grand Indonesia, Jakarta, Rabu (19/2/2014).
Susi juga mengaku, tidak pernah menyangka bisnis maskapai yang dibangunnya ini bisa tumbuh dengan pesat. Padahal hanya bermain pada jalur perintis. Bahkan maskapai miliknya ini sampai saat ini mampu terbang dari Aceh hingga Lampung.
"Pekerjaan walaupun ada yang bolong dari Aceh sampai Lampung kita terbangi semua. Timur juga udah semuanya," lanjutnya.
Sementara itu, bisnis hasil laut, Susi mengatakan, bisnis tersebut masih membawa keuntungan yang cukup besar baginya. Dia bahkan berniat untuk memperluas penjualan dan pengiriman lobster di Nias dan Mentawai dan Kupang.
"Dengan banyaknya pesawat kami bisa ambil lobster," kata Susi.
Sedangkan soal lobster yang dijual, menurut Susi, harga makanan laut tersebut beragam. Mulai dari Rp 50 ribu hingga ratusan ribu rupiah. "Rp 50 ribu kondisinya mati, tapi kalau hidup bisa sampai sejuta," tandas Susi
Terdampak Corona, Susi Air terpaksa PHK Karyawan
Susi Pudjiastuti yang merupakan pemilik PT ASI Pudjiastuti Aviation atau penerbangan Susi Air mengaku telah merumahkan dan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ke karyawan. Hal tersebut sebagai dampak dari pandemi Corona.
Dikutip dari akun twitter resminya @susipudjiastuti, Kamis (4/6/2020), mantan menteri Kelautan dan Perikanan ini menuliskan bahwa hampir 99 persen penerbangan Susi Air berhenti.
Postingan tersebut menanggapi berita yang menuliskan bahwa ratusan pilot PT Garuda Indonesia kena PHK. "Susi air hampir 99% penerbangannyapun berhenti. Semua terkena dampak," tulis Susi.
"Kamipun sama harus merumahkan & mem PHK karyawan.. karena situasi memang tidak memungkinkan," lanjut Susi Pudjiastuti.
Pesawat maskapai Garuda Indonesia terparkir di areal Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Kamis (16/5/2019). Pemerintah akhirnya menurunkan tarif batas atas (TBA) tiket pesawat atau angkutan udara sebesar 12-16 persen yang berlaku mulai Kamis hari ini. (Liputan6.com/Faizal Fanani)
Sebelumnya, industri penerbangan babak belur diterjang pandemi Covid-19. Penumpang pesawat rute domestik sejak Januari-Mei 2020 tinggal 14 persen.
"Secara ekonomi penumpang domestik ini dari Januari sampai Mei tinggal 14 persen," kata Staf Ahli Indonesia Nasional Air Carier Association (INACA) Darmadi.
Rute penerbangan internasional pun tidak lebih baik. Dari pantauan rute internasional di Bandara Soekarno-Hatta (Cengkareng), Juanda (Surabaya) dan Kualanamu (Medan) menyisakan 35 persen penumpang.
Darmadi menuturkan dalam kajian International Air Transport Association (IATA) revenue penumpang tahun 2019 akan ditanggung pada tahun 2022. Melihat hasil kajian tersebut INACA akan menyelaraskan apa yang sudah ada dalam kajian.
"Dalam perundingan diskusi internal INACA sudah inline. Masalahnya dalam mengimplementasikan, hal-hal yang dibutuhkan dalam protokol kesehatan," kata Darmadi.