Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 24 perusahaan rintisan (startup) dari Indonesia, India, dan Brasil terbang ke markas Google. Di sana mereka ambil bagian di program Launchpad Accelerator yang diselenggarakan Google pada bulan lalu.
Adapun startup dari Indonesia yang turut serta di program tersebut ada 8 startup, yaitu Jojonomic, Kakatu, HarukaEdu, Setipe, Kerjabilitas, Kurio, eFishery, dan Seekmi.
"Tim saya punya fokus khusus terhadap startup. Saya ingin kembali mengingatkan saja, kami berkomitmen untuk melatih 100.000 pengembang di Indonesia hingga 2020 mendatang," ujar Erica Hanson, Developer Relations Program Manager kepada awak media, di kawasan Senayan, Kamis (3/3/2016).
Untuk diketahui, sebelumnya dalam pertemuan antara Presiden Joko Widodo dan CEO Google Sundar Pichai di Mountain View, California, Google memang telah mengumumkan rencana untuk membantu melatih 100.000 pengembang hingga 2020 nanti.
Dalam salah satu sesi, para perwakilan startup tersebut di atas pun menceritakan pelajaran paling berharga yang mereka dapat saat menjalani mentoring di Mountain View.
"Ini merupakan sebuah pengalaman yang mengubah hidup. Semua hal harus kami perhatikan, terutama user. Kami belajar, dalam membuat aplikasi harus melihat user interface dan user experience," terang Novistiar Rustandi, CEO Haruka Edu, startup pendidikan yang membantu universitas dan lembaga pendidikan lainnya di Indonesia untuk mengubah program kuliah tatap muka menjadi program kuliah e-Learning.
Baca Juga
Sementara itu, Ruby Emir, CEO dan Co-founder Kerjabilitas, startup yang menjadi penghubung penyandang disabilitas pencari kerja dengan penyedia kerja, menuturkan, "Kami berangkat dari LSM, sehingga kami tahu lapangan, tapi kami minim pengetahuan di bidang produk. Jadi, program ini betul-betul berharga bagi kami dalam membuat aplikasi."
Selain mentoring dan resources, para startup tersebut juga mendapat dana masing-masing senilai US$ 50.000. Saat ditanya terkait peruntukan dana tersebut, Erica Hanson memaparkan bahwa hal itu dikembalikan ke startup yang bersangkutan.
"Terserah untuk apa. Tergantung pada mereka mau menggunakan untuk apa," jelas Erica.
Menanggapi hal ini, David Wayne Ika, founder dan CEO Kurio, startup dengan produk aplikasi berita pintar, mengemukakan, "Kalau kami mau pakai kebanyakan untuk Google untuk digunakan di marketing. Kalau yang lain mungkin mungkin mau gunakan untuk meningkatkan user experience dan user interface misalnya. Tergantung kebutuhan perusahaan sih."
Selama empat tahun ke depan, Google akan menjalin hubungan kerja sama yang erat dengan mitra di seluruh Indonesia melalui tiga upaya utama untuk mencapai jumlah 100.000 pengembang tersebut.
Pertama, Google akan bermitra dengan perguruan tinggi untuk menjangkau mahasiswa ilmu komputer di tahun terakhir mereka dan menerapkan kurikulum selama satu semester mengenai cara mengembangkan aplikasi Android yang berkualitas tinggi.
Kedua, Google tengah menerjemahkan semua kursus Udacity terpenting ke bahasa Indonesia untuk menjangkau siapa pun yang ingin mewujudkan ide membuat aplikasi. Kursus ini diajar oleh instruktur ahli dari tim Developer Relations Google dan dapat diakses gratis dari mana saja di perangkat apa saja.
Konten yang diterjemahkan ini diharapkan akan mempermudah calon pengembang di Indonesia untuk mulai berkarya. Ketiga, Google akan memperpanjang sesi komunitas studi kami yang telah sukses, dikenal dengan nama Indonesia Android Academy.
Ini adalah kelompok belajar yang lebih intensif dan dipimpin oleh fasilitator yang juga menyediakan bimbingan bagi pengembang pada semua tingkatan. Kelompok ini akan didirikan di lima kota—Bandung, Jakarta, Semarang, Surabaya, dan Yogyakarta—untuk menjangkau masyarakat seluas mungkin.
(Why/Isk)