Liputan6.com, Jakarta - Aturan Tingkat Kandungan Dalam Negeri alias TKDN untuk perangkat 4G sebesar 30 persen, resmi diteken. Sebagai imbasnya, aturan tersebut diklaim telah memangkas nilai perangkat 4G impor dan menurun secara drastis.
Seperti diungkap Dirjen Sumber Daya dan Perangkat Post dan Informatika (SDPPI) Kemkominfo Ismail Ahmadi, penurunan nilai perangkat 4G impor berlangsung selama dua tahun terakhir. Adapun perangkat yang dimaksud meliputi HKT alias Handphone, Komputer, dan Tablet.
"Kebijakan TKDN 4G telah berhasil menurunkan belanja perangkat impor kita. Angkat total HKT di 2014 itu nilainya US$ 3,5 miliar. Di 2015 menurun jadi US$ 2,2 miliar, 2016 turun lagi jadi US$ 773 juta. Jadi, total akumulasinya mencapai US$ 2,7 miliar," ujar pria yang akrab disapa Ismail ini.
Advertisement
Baca Juga
Ditemui di sesi seminar "Bangga Produk TI Indonesia, Indonesia Bisa!!" yang dihelat Forum IndoTelko di Jakarta, Rabu (30/8/2017), Ismail berujar, kebijakan TKDN berbeda dengan proteksi. Pihaknya tak bisa menghambat merek dari luar untuk masuk ke Indonesia.
Bagaimana pun, ia optimistis penurunan nilai perangkat 4G impor ini bisa lebih ditekan pada tahun ini. Salah satu strateginya adalah dengan melakukan skema TKDN untuk perangkat Internet of Things (IoT). Ia mengaku pihaknya tengah menggodok skema tersebut.
"TKDN untuk perangkat IoT saat ini tengah dibahas Kementerian Perindustrian (Kemenperin) bersama para stakeholder," kata pria berkumis ini.
Namun sebagai catatan, pihak Kemkominfo di sini nanti hanya akan berperan untuk memberikan sertifikat. Maka itu, lulus atau tidaknya perangkat elektronik dalam memenuhi aturan TKDN akan merujuk pada wewenang Kemenperin.
Ismail sendiri belum bisa menetapkan target penurunan nilai perangkat 4G di tahun mendatang. Namun setidaknya, ia bangga dengan aturan TKDN yang akhirnya sukses mengajak vendor asing untuk melakukan proses manufaktur perangkat atau juga membangun pabrik di dalam negeri.
Rincian TKDN Perangkat 4G
Secara garis besar, aspek penilaian TKDN diatur dalam pasal 4. Pasal ini menyatakan bahwa penilaian TKDN dilakukan dengan pembobotan pada tiga aspek yaitu:
1. aspek manufaktur dengan bobot 70 persen dari penilaian TKDN produk
2. aspek pengembangan dengan bobot 20 persen dari penilaian TKDN produk, dan
2. aspek aplikasi dengan dengan bobot 10 persen dari penilaian TKDN produk
Rincian dari penilaian ketiga aspek tersebut adalah sebagai berikut:
1. Aspek manufaktur: material memiliki bobot 95 persen, tenaga kerja memiliki bobot 2 persen, dan mesin produksi memiliki bobot 3 persen
2. Aspek pengembangan: lisensi memiliki bobot 10 persen, firmware memiliki bobot 40 persen, desain industri memiliki bobot 20 persen, dan desain tata letak sirkuit terpadu memiliki bobot 30 persen,
3. Aspek aplikasi: minimal 2 aplikasi lokal terpasang (embedded) di ponsel atau empat gim lokal terpasang (embedded), digunakan secara aktif oleh 250.000 orang, proses injeksi software di lakukan di dalam negeri, menggunakan server di dalam negeri, memiliki toko aplikasi online lokal.
Selain opsi-opsi tersebut di atas, ada satu opsi lainnya, yaitu TKDN dengan skema berbasis investasi. Berdasarkan Pasal 26 Permenperin No. 65 Tahun 2016, skema penghitungannya adalah sebagai berikut:
1. investasi senilai Rp 250 miliar hingga Rp 400 miliar setara dengan TKDN 20 persen
2. investasi senilai lebih dari Rp 400 miliar hingga Rp 550 miliar setara dengan TKDN 25 persen
3. investasi senilai lebih dari Rp 550 miliar hingga Rp 700 miliar setara dengan TKDN 30 persen
4. investasi senilai lebih dari Rp 700 miliar hingga Rp 1 triliun setara dengan TKDN 35 persen
5. investasi senilai lebih dari Rp 1 triliun setara dengan TKDN 40 persen
(Jek/Cas)
Tonton Video Menarik Berikut Ini: