Google Manfaatkan Kecerdasan Buatan untuk Deteksi Konten Pelecehan Seksual Anak

Zaman sekarang, banyak kasus pelecehan seksual yang terjadi di ranah maya. Mirisnya, tak sedikit kasus pelecehan seksual yang melibatkan anak di bawah umur.

oleh Liputan6.com diperbarui 06 Sep 2018, 09:30 WIB
Diterbitkan 06 Sep 2018, 09:30 WIB
Empat Kasus Tersadis PRT Bunuh Anak Majikan
Ilustrasi Bentuk Kekerasan Pada Anak. Ilustrasi: Dwiangga Perwira/Kriminologi.id

Liputan6.com, Jakarta - Zaman sekarang, banyak kasus pelecehan seksual yang terjadi di ranah maya. Mirisnya, tak sedikit kasus pelecehan seksual yang melibatkan anak di bawah umur.

Untuk memerangi hal ini, Google baru saja meluncurkan tool khusus berbasis kecerdasan buatan (AI, Artificial Intelligence) gratis yang dapat membantu perusahaan dalam mengindentifikasi gambar terkait dengan konten pelecehan seksual anak di internet.

Perusahaan teknologi yang berbasis di Amerika Serikat (AS) tersebut juga mengkonfirmasi bahwa tool ini bisa membantu para pengguna untuk mengindentifikasi konten pelecehan anak lebih akurat hingga 700 persen ketimbang yang sebelumnya.

 “Identifikasi cepat terhadap gambar–gambar dengan konten pelecehan seksual dapat diidentifikasi secara mudah,” ujar pimpinan Google Nikola Todorovic seperti dikutip BGR, Kamis (6/9/2018).

Pengembangan tool kecerdasan buatan ini pun diapresiasi oleh Internet Watch Foundation, sebuah organisasi sosial Inggris yang bertujuan untuk mengurangi konten yang berbau pelecehan seksual anak.

“Kami, khususnya para analis, sangat bersemangat menyambut pengembangan tool berbasis AI yang dapat membantu sumber daya manusia dan untuk me-review kembali dalam skala yang lebih besar, “ tutur Susie Hargreaves, CEO Internet Watch Foundation.

Bos Google: Kecerdasan Buatan Lebih Penting dari Sumber Listrik

Ilustrasi Kecerdasan Buatan, Robot
Ilustrasi Kecerdasan Buatan, Robot

CEO Google Sundar Pichai, baru-baru ini mengeluarkan uneg-unegnya soal teknologi kecerdasan buatan (AI, Artificial Intelligence).

Diketahui, Google memang menjadi salah satu perusahaan teknologi yang begitu getol mengadopsi kecerdasan buatan dan menjadikannya sebagai fondasi utama untuk setiap produk.

Menurut Pichai, kecerdasan buatan kini telah menjadi salah satu 'kebutuhan' bagi umat manusia.

Meski belum bisa melihat dampak secara keseluruhan, ia optimistis ke depannya kecerdasan buatan bisa menjadi hal utama untuk membantu kehidupan manusia.

Bahkan, pria berkacamata ini menilai kecerdasan buatan kelak bisa menjadi salah satu 'sumber' yang lebih penting dari sumber-sumber utilitas lainnya.

"Kecerdasan buatan adalah salah satu dari beberapa hal penting yang tengah dikembangkan umat manusia. Mungkin nanti ia akan menjadi hal yang lebih dibutuhkan ketimbang sumber listrik dan api," ujar Pichai dalam wawancaranya bersama Recode seperti dikutip The Verge, Senin (22/1/2018).

Dengan demikian, ia menambahkan, pentingnya kecerdasan buatan tentu bisa berperan besar pada dunia, seperti bisa menjadi hal yang menyelamatkan isu perubahan iklim, atau bahkan menjadi teknologi yang dapat menyembuhkan penyakit berat, seperti kanker.

Kecerdasan Buatan Jadi Ancaman?

Ilustrasi Kecerdasan Buatan. Kredit: Geralts via Pixabay
Ilustrasi Kecerdasan Buatan. Kredit: Geralts via Pixabay

Adapun sejumlah petinggi perusahaan teknologi dan beberapa ilmuwan, mengaku khawatir dengan keberadaan kecerdasaan buatan. Di antaranya seperti Elon Musk dan Stephen Hawking.

Menurut Hawking, kecerdasan buatan bisa berdampak negatif pada sektor pekerjaan--khususnya pekerjaan kelas menengah.

"Keberadaan kecerdasan buatan dan automatisasi teknologi akan mengikis profesi kelas menengah. Jika dibiarkan, ini akan menciptakan ketidaksetaraan yang buruk serta risiko pergolakan industri pekerjaan yang besar," kata Hawking sebagaimana dikutip dari Business Insider.

Pria lulusan Universitas Oxford itu menuturkan, sistem automatisasi teknologi yang kini diterapkan banyak perusahaan besar sebetulnya memang memudahkan proses manufaktur yang tadinya dilakukan manusia.

Namun implementasi tersebut diibaratkan seperti mata pisau. "Proses manufaktur industri yang tadinya dilakukan secara tradisional akan berubah total. Namun profesi kelas menengah seperti pekerja pabrik yang tadinya diperkerjakan untuk itu, tak lagi akan dibutuhkan. Ke mana mereka nanti akan bekerja?" tuturnya menambahkan.

(Vivi Hartini/Jek)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya