Senjata Tentara AS Bakal Dibekali Kecerdasan Buatan

Kecerdasan buatan ini nantinya akan memudahkan penggunaan senjata, dari yang tadinya manual ke terautomasi.

oleh Jeko I. R. diperbarui 15 Jan 2019, 15:00 WIB
Diterbitkan 15 Jan 2019, 15:00 WIB
ROSS
Ternyata, selain pekerja seks komersial, robot dengan kecerdasan buatan juga mulai mengambil peran sebagai ahli hukum. (Sumber techinsider.io)

Liputan6.com, Jakarta - Kecerdasan buatan (Artificial Intelligence, AI) ternyata juga dimanfaatkan untuk keperluan persenjataan perang dan militer.

Tentara Amerika Serikat (AS) salah satu yang akan menggunakannya.

Dilansir Ubergizmo pada Selasa (15/1/2019), kecerdasan buatan akan digunakan untuk 'memapankan' sistem persenjataan tentara AS.

Bruce Jette, asisten sekretaris tentara AS divisi Akuisisi, Logistik, dan Teknologi, mengungkap kecerdasan buatan ini nantinya akan memudahkan penggunaan senjata, dari yang tadinya manual ke terautomasi.

Ia justru meyakinkan masyarakat untuk tidak khawatir dengan pengaruh kecerdasan buatan ke persenjataan AS.

Pasalnya, kehadirannya tidak akan mendominasi, justru bakal membantu para tentara.

"Banyak orang khawatir apakah kecerdasan buatan mengontrol senjata secara keseluruhan. Padahal faktanya, kami membatasi bagian mana yang bisa dikuasai (oleh AI) dan bagian mana yang masih harus dilakukan oleh manusia," kata Jette.

Rencana kecerdasan buatan diadopsi untuk militer sebelumnya sempat ditentang oleh beberapa perusahaan teknologi besar, Google salah satunya.

Dilansir blog Google, CEO Google Sundar Pichai menegaskan perusahaan yang dipimpinnya tidak akan mengejar fokus di dunia militer.

Google Tidak Setuju

CEO Sundar Pichai
CEO Sundar Pichai ketika membawakan keynotes di Google I/O 2017. (Doc: Google HQ)

"Cara kecerdasan buatan dikembangkan dan digunakan akan memiliki dampak signifikan pada masyarakat di hari-hari mendatang," tulis Pichai dalam blognya.

Ia pun menerangkan, penerapan kecerdasan buatan Google tidak akan menjurus pada teknologi yang bisa menyebabkan orang terluka.

Tak hanya menyebabkan kerusakan langsung, Pichai juga tidak mau teknologi kecerdasan buatan Google dipakai untuk tindakan pengintaian yang melanggar norma-norma internasional, serta melawan hak asasi manusia.

Google juga menekankan pentingnya mengembangkan kecerdasan buatan demi keuntungan yang menguntungkan masyarakat luas, dan supaya lebih banyak orang-orang yang mengembangkan kecerdasan buatan untuk tujuan mulia tersebut.

Meski menolak kecerdasan buatan dipakai untuk kerusakan, pihak Google tetap berminat bekerja untuk militer dan pemerintah di area-area lain, seperti keamanan siber, pelatihan, rekrutmen militer, dan seputar keselamatan dan kesehatan.

Prinsip Google dalam Pengembangan Kecerdasan Buatan

Ilustrasi Kecerdasan Buatan. Kredit: Geralts via Pixabay
Ilustrasi Kecerdasan Buatan. Kredit: Geralts via Pixabay

Masih dalam blog-nya, Sundar Pichai merumuskan tujuh prinsip Google dalam pengembangan kecerdasan buatan.

Google menyebut kecerdasan buatan yang mereka kembangkan harus bisa memberikan keuntungan bagi masyarakat luas.

Beberapa sektor yang Google sebutkan adalah pelayanan kesehatan, keamanan energi, transportasi, manufaktur, dan hiburan.

Tidak hanya untuk kepentingan bisnis, Google akan terus melakukan evaluasi agar penggunaan kecerdasan buatan tidak sebatas perkara komersial.

Dalam perkembangan AI, Google akan berupaya melakukannya seaman mungkin dan memberikan jalan bagi masyarakat untuk memberikan timbal balik.

Bidang pendidikan juga disorot oleh Google. Lewat kekuatan kecerdasan buatan, cabang ilmu seperti biologi, kimia, pengobatan, dan ilmu lingkungan dijadikan prioritas untuk dikembangkan. 

Diprotes Pegawai

Peristiwa tunggal pemusnah manusia (5)
Ilustrasi kerjasama manusia dengan mesin kecerdasan buatan (AI). (Sumber Pixabay)

Sebelumnya, ribuan karyawan mengirimkan surat permohonan ke  Sundar Pichai untuk menghentikan dukungan teknologi AI untuk kepentingan militer.

Dukungan AI yang dimaksud adalah pengembangan teknologi AI Google untuk meningkatkan akurasi serangan militer lewat drone.

"Kami percaya Google tidak perlu masuk pada bisnis yang berkaitan dengan perang," demikian bunyi salinan surat permohonan yang ditandatangani oleh karyawan perusahaan, sebagaimana dikutip Tekno Liputan6.com dari Business Insider.

Para karyawan yang tanda tangan merupakan perwakilan dari karyawan Alphabet yang mencapai 70 ribu orang.

Mereka menuntut Google menarik diri dari Project Maven. Proyek ini merupakan pilot program dari Pentagon. Karyawan pun meminta agar perusahaannya tidak akan pernah lagi mengembangkan teknologi yang bisa dimanfaatkan untuk peperangan.

Juru bicara Google dalam keterangannya menyebut, "Kami tahu banyak pertanyaan terkait dengan teknologi baru ini, sehingga dengan adanya obrolan bersama karyawan dan ahli dari luar ini sangat penting dan bermanfaat."

Sekadar diketahui, bulan lalu Google mengagetkan banyak pihak baik di dalam maupun luar perusahaan saat mengkonfirmasi pihaknya menyediakan teknologi AI untuk militer AS.

Berdasarkan keterangan para ahli, teknologi AI ini bisa digunakan untuk menarget lokasi serangan dengan lebih jitu.

(Jek/Ysl)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya