Liputan6.com, Jakarta - Pendiri sekaligus CEO dari Bukalapak, Achmad Zaky, bercerita tentang perusahaan yang dia dirikan tersebut di salah satu sesi di konferensi regional Tech in Asia 2019 di Jakarta Convention Center, Selasa (8/10/2019).
Pria lulusan ilmu komputer ITB tersebut menyebut, pada masa-masa awal Bukalapak didirikan, masih sangat jarang ada perusahaan modal ventura dan angel investor seperti sekarang yang bersedia untuk berinvestasi di startup.
"Waktu itu jarang banget ada investor. Saya beruntung dapat investasi dari Jepang karena waktu itu jarang ada yang mau kasih modal ke startup," kata Zaky.
Advertisement
Baca Juga
Dalam mengembangkan Bukalapak, menurut Zaky, saat itu dia memaksimalkan semua sumber daya yang dimiliki, mulai dari optimalisasi SEO, direct sales, dan sebagainya. Bahkan, dia pribadi mengaku pernah mendatangi calon merchant satu per satu supaya mau berjualan di Bukalapak.
Mengenai pelanggan (pelapak), Zaky menekankan bahwa penting bagi perusahaan untuk menjaga hubungan baik dengan pelanggan. Dia juga menilai pelanggan merupakan mitra terbaik, bahkan investor terbaik bagi perusahaan.
"Pelapak adalah salah satu hal yang membuat kami tetap optimistis, termasuk di masa-masa sulit. Pernah juga ada pelapak yang transfer uang ke saya. Mereka berhasil dapet uang dari jualan di Bukalapak, tapi mereka juga tahu Bukalapak belum menghasilkan uang waktu itu, makanya mereka kasih kami uang supaya layanan kami tetap bisa jalan," tutur Zaky bercerita.
Kompetitor Adalah Benchmark
Pada satu titik, Zaky menyadari bahwa sebagai pemimpin perusahaan, dia harus mulai mempelajari lebih banyak hal demi kemajuan perusahaan.
"Bertahun-tahun saya melakukan pekerjaan yang biasa dilakukan engineer. Setelah mendapatkan investasi lebih besar, saya mulai berpikir untuk belajar soal human resource, marketing, dan sebagainya. Intinya saya belajar untuk jadi generalis untuk bisa memimpin dan mengarahkan perusahaan," kata Zaky.
Bicara tentang kompetisi dengan perusahaan lain yang bergerak di sektor e-commerce, Zaky merasa lebih termotivasi untuk memajukan perusahaan. Dia menilai kompetitor yang sepadan justru bisa juga dijadikan sebagai benchmark untuk mengukur performa perusahaan.
"Yang penting, harus konsisten dan berorientasi kepada pelanggan," tutur Zaky.
Mengomentari soal pasar sumber daya manusia, Zaky menyebut minat orang-orang untuk bekerja di startup dari tahun ke tahun semakin tinggi.
Dia masih ingat, lowongan kerja pertama Bukalapak yang diterbitkan di surat kabar nasional, tidak dilamar oleh satu orang pun. Sekarang, perusahaannya bisa menerima dua hingga tiga puluh ribuan CV dan lamaran kerja.
Advertisement
Perlu Role Model Pendiri Startup di Berbagai Kota
Namun demikian, Zaky menyoroti bahwa sumber daya manusia sebaiknya tidak hanya diserap sebagai karyawan, tetapi juga menjadi pendiri. Sebagai perbandingan, Zaky menyebut ada gap besar antara jumlah pendiri startup di Indonesia dengan Swedia dan Israel.
"ITB, UI, dan Binus memang menghasilkan banyak lulusan (untuk jadi karyawan startup), tapi perlu diperhatikan juga bagaimana caranya kita punya pendiri startup baru," ujar Zaky.
Oleh sebab itu, di hadapan audiens di konferensi regional Tech in Asia 2019 yang sebagian besarnya adalah pendiri startup, dia mengajak mereka untuk menjadi pendiri startup yang kompeten.
Tidak ketinggalan, Zaky juga menggarisbawahi bahwa di Indonesia perlu ada role model pendiri startup di berbagai kota di Indonesia. Terkait hal ini, dia tidak menampik bahwa sebagian besar daerah di Indonesia, mendirikan perusahaan sendiri bukan hal yang terlalu lazim.
"Ini soal kultur sih. Paling di Jakarta yang sudah mulai umum mendirikan startup. Kalau ada role model di berbagai kota, diharapkan akan ada lebih banyak pemuda setempat yang akan mendirikan startup juga," kata Zaky.
(Why/Isk)