Duh, Plasma Darah Penyintas Covid-19 Diduga Dijual di Dark Web

Darah yang dimaksud adalah plasma darah milik penyintas Covid-19 dan dijual sebagai vaksin pasif.

oleh Agustin Setyo Wardani diperbarui 04 Mei 2020, 12:00 WIB
Diterbitkan 04 Mei 2020, 12:00 WIB
Plasma darah
Ilustrasi plasma darah (iStock)

Liputan6.com, Jakarta - Penjahat siber menawarkan darah yang diduga milik pasien sembuh Covid-19 di dark web. Darah yang dimaksud adalah plasma darah milik penyintas Covid-19 dan dijual sebagai vaksin pasif.

Para peneliti dari Australian National University menemukan hal ini ketika mencari tahu bagaimana para penjahat siber memanfaatkan Covid-19. Laporan mengenai hal tersebut dipublikasikan oleh Australian Institute of Criminology.

"Menurut saya adalah vaksinasi pasif, di mana plasma darah pasien Covid-19 yang pulih diambil untuk antibodi. Kemudian, disuntikkan ke seseorang yang mungkin berisiko Covid-19," kata ketua peneliti Rod Broadhurst, sebagaimana dikutip dari laman ABC Australia, Senin (4/5/2020).

Tawaran ini hanya satu di antara ratusan produk terkait virus corona baru yang dijual di dark web. Tim peneliti menemukan plasma darah pasien sembuh Covid-19 di dark web pada awal bulan Mei ini.

Dia menyebut, dari 20 situs dark web yang diselidiki, hanya tiga di antaranya yang menyumbang sekitar 90 persen dari produk terkait virus corona baru. Sementara, situs lain melarang penjualan barang-barang tersebut.

Ada yang Jual APD Curian di Dark Web

FOTO: Melihat Persiapan Dokter Memakai APD Tingkat 3
dr Rahmadi Iwan Guntoro, Sp.P bersiap memakai face shield atau pelindung wajah di Rumah Sakit Haji, Jakarta, Kamis (9/4/2020). Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 telah mengeluarkan rekomendasi standar APD berdasarkan tiga tingkatan perlindungan. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Selain plasma darah milik pasien sembuh Covid-19, kebanyakan produk lain yang dijual di dark web adalah sejumlah alat pelindung diri (APD) yang kemungkinan dicuri dari pabrik-pabrik.

Ada juga yang menawarkan obat-obatan yang dipakai untuk merawat pasien Covid-19, termasuk juga obat anti-malaria serta vaksin-vaksin hewan percobaan yang terkenal untuk virus tersebut.

Menyoal harga, satu 'obat' ditawarkan dengan harga cukup tinggi, yakni di bawah USD 25.000 (setara Rp 379,8 juta).

Profesor Broadhurst menyebut, orang-orang yang menjual produk di pasar gelap memang kerap kali lebih dahulu bertindak menjual vaksin, padahal saat ini kebanyakan pusat penelitian masih menguji coba vaksin untuk Covid-19.

Banyak yang Ogah Jualan

Gambar ilustrasi Virus Corona COVID-19 ini diperoleh pada 27 Februari 2020 dengan izin dari Centers For Desease Control And Prevention (CDC). (AFP)
Gambar ilustrasi Virus Corona COVID-19 ini diperoleh pada 27 Februari 2020 dengan izin dari Centers For Desease Control And Prevention (CDC). (AFP)

Profesor Broadhurst mengatakan, banyak operator dark web yang menghindari penjualan produk-produk terkait Covid-19 karena khawatir hal itu bakal menarik perhatian penegak hukum.

Situs dark web sendiri merujuk pada situs jual beli untuk produk-produk ilegal. Misalnya obat-obatan terlarang hingga ke item teknologi hasil peretasan atau pencurian.

Operator dark web menerapkan enkripsi canggih untuk menghindarkan identitas mereka diketahui pihak kepolisian.

(Tin/Ysl)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya