Liputan6.com, Jakarta - Perusahaan teknologi Grab melihat keamanan menjadi hal yang penting. Selain dalam hal keselamatan pengguna dan mitra pengemudi, Grab juga memandang keamanan online sebagai hal yang utama.
Apalagi di kondisi pandemi, penipuan online kian marak dan pelaku makin gencar menarget pengguna baik individu maupun institusi.
Khusus Grab yang beroperasi melayani masyarakat di Asia Tenggara, tampak tingkat literasi digital di kawasan ini masih rendah. Oleh karenanya, selain dengan teknologi, edukasi jadi salah satu hal yang digencarkan.
Advertisement
Baca Juga
Head of Technology, Integrity Group, Transport, and Patents Office Grab, Wui Ngiap Foo mengakui, Grab tidaklah terbebas dari berbagai serangan online.
"Serangan online mulai dari penggunaan GPS untuk memalsukan aktivitas hingga pencurian OTP (one time password) dengan rekayasa sosial," kata Wui, dalam sebuah sesi dengan media yang digelar melalui platform Zoom, Rabu (18/11/2020).
Wui mengakui, cara-cara yang dipakai untuk rekayasa sosial pun makin pintar caranya, tujuannya demi mendapatkan OTP dan mengakses akun si pengguna.
Wui menyebutkan, Grab tidak akan pernah meminta OTP atau data pribadi dengan iming-iming hadiah ataupun memberi bantuan.
Untuk itulah, selain investasi di teknologi, Grab juga berupaya meningkatkan awareness dan edukasi pengguna. Sehingga pengguna bisa melindungi akunnya.
Wui menyebut, Grab bekerja sama dengan penegak hukum di berbagai negara pasar, termasuk di Indonesia dan Singapura karena menilai tindakan fraud atau penipuan bukan hanya tanggung jawab satu orang.
Kecerdasan Buatan dan Machine Learning
Lebih lanjut, untuk meningkatkan keamanan, Grab juga investasi di bidang kecerdasan buatan dan machine learning.
"Karena AI satu-satunya cara untuk keep up dengan jumlah serangan dan praktik fraud. Kami berupaya untuk selalu selangkah di depan fraudster. AI jadi alat mayor kami untuk menangani insiden keamanan di online atau offline," katanya.
Wui mengatakan, penipuan itupun bersifat kompleks, mulai dari orang yang bersembunyi di balik akun pengguna, membuat akun palsu dengan nama salah satu pengguna, sampai ada juga yang berpura-pura tidak bersalah.
"Yang kami coba lakukan adalah melindungi pengguna. Kami mencoba memahami behaviour journey pelanggan," katanya.
Ia mencontohkan, jika seseorang merupakan pengguna normal, Grab bisa melihat riwayat browsing-nya di aplikasi. Misalnya ingin memesan kendaraan, pengguna sungguhan akan memeriksa tarif atau harga.
Atau jika ingin memesan makanan, pengguna normal akan bolak balik mengecek mana makanan yang diinginkan, entah itu burger atau makanan Thailand. Semua itu pun terekam di histori yang hanya bisa diakses oleh Grab.
Advertisement
Petakan Pengguna Asli dan Penipu
Wui menyebut, metode ini sebagai AI powered behavior modelling. Dari perilaku penjelajahan inilah, Grab dapat memetakan dan menentukan bagaimana pengguna asli berperilaku dan bagaimana pengguna palsu masuk ke akun, kemudian akan langsung mengambil uang yang disimpan di wallet.
"Dari situ akan ada grafik perilaku dan bisa memunculkan penilaian, berbasis itulah, kami bisa mengambil langkah, misalnya membatasi arus kas dan lain-lain," katanya.
Ke depan, Grab juga akan meluncurkan autentikasi QR Code untuk memastikan keamanan digital pada transaksi di desktop. Di mana, pengguna perlu memindai QR code tersebut sebagai tambahan lapisan keamanan.
Hal ini dimaksudkan untuk memastikan keamanan transaksi yang dilakukan memang benar dibuat oleh penggunanya.
(Tin/Ysl)