Komunitas Muslim Uighur Diduga Bekerja Paksa di Perusahaan Rekanan Apple

Salah satu perusahaan rekanan Apple, Lens Technology, telah mendapat tuduhan bahwa komunitas Muslim Uighur bekerja paksa di pabriknya.

oleh M Hidayat diperbarui 30 Des 2020, 18:00 WIB
Diterbitkan 30 Des 2020, 18:00 WIB
Peduli Muslim Uighur, Warga Gelar Aksi Saat CFD
Topeng bendera Turkestan Timur yang dipakai peserta Aksi Save Uighur selama CFD, Jakarta, Minggu (22/12/2019). Aksi digelar sebagai bentuk peduli terhadap muslim Uighur di Xinjiang yang diduga hingga saat ini terus mengalami tindakan kekerasan oleh pemerintah China. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Salah satu perusahaan rekanan Apple, Lens Technology, telah mendapat tuduhan bahwa komunitas Muslim Uighur bekerja paksa di pabriknya.

Menurut laporan Tech Transparency Project yang dikutip dari Washington Post, Rabu (30/12/2020), ribuan Muslim Uighur dari wilayah Xinjiang dikirim untuk bekerja di Lens Technology.

Selain Apple, Lens Technology juga merupakan perusahaan rekanan Amazon dan Tesla.

"Penyelidikan kami menunjukkan bahwa praktik kerja paksa Apple di dalam rantai pasokannya jauh melampaui apa yang diakui perusahaan,” ujar Katie Paul, direktur di Tech Transparency Project.

Lens Technology adalah satu dari setidaknya lima perusahaan yang terhubung ke rantai pasokan Apple yang kini telah dikaitkan dengan dugaan kerja paksa komunitas Muslim Uighur.

Menanggapi laporan ini, juru bicara Apple Josh Rosenstock menyatakan perusahaan telah mengonfirmasi bahwa Lens Technology tidak menerima transfer tenaga kerja Muslim Uighur.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Apple tidak menoleransi kerja paksa

Apple Store
Apple Store. Kredit: Michael Gaida via Pixabay

"Apple tidak menoleransi kerja paksa," kata Rosenstock.

Perusahaan, kata dia, awal tahun 2020 ini juga telah memastikan bahwa tidak ada perusahaan rekanan pemasok lain yang menggunakan tenaga kerja dari Uighur yang ditransfer dari Xinjiang.

 


Konsekuensi

Lebih lanjut, dia juga menegaskan bahwa ada konsekuensi di setiap pelanggaran kebijakan perusahaan, termasuk kemungkinan penghentian bisnis jika perusahaan rekanannya terbukti gagal menerapkan kebijakan perlindungan pekerja.

"Fokus kami adalah memastikan setiap orang diperlakukan dengan bermartabat dan hormat, dan kami akan terus melakukan semua yang kami bisa untuk melindungi pekerja di rantai pasokan kami," ujar Rosenstock.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya