Liputan6.com, Jakarta - Perusahaan induk TikTok, ByteDance, mengatakan pihaknya tidak memiliki rencana untuk melakukan penawaran saham perdana ke publik (IPO).
Bulan Maret lalu, ByteDance merekrut mantan eksekutif Xiaomi, Shou Zi Chew, untuk memegang jabatan sebagai Chief Financial Officer. Hal tersebut sempat digadang-gadang menyiratkan rencana ByteDance untuk IPO.
Baca Juga
"Ada spekulasi di media baru-baru ini mengenai rencana IPO. Kami ingin mengklarifikasi, kami belum siap dan belum memiliki rencana untuk IPO," kata ByteDance dalam pernyataan, seperti dikutip dari Reuters, Senin (26/4/2021).
Advertisement
Reuters sebelumnya melaporkan, ByteDance tengah memperluas kemungkinan bagi Douyun, TikTok versi Tiongkok, untuk melakukan IPO di Hongkong atau New York.
Dilaporkan pula sebelumnya, ByteDance melihat kemungkinan IPO bagi bisnisnya di luar Tiongkok, yang mencakup TikTok di Eropa maupun Amerika Serikat.
TikTok Digugat Karena Pengumpulan Data Anak-Anak
Terlepas dari rencana bisnisnya, belum lama ini TikTok digugat atas penggunaan data terkait anak-anak. Gugatan dilayangkan oleh mantan komisaris anak-anak untuk Inggris, Anne Longfield.
Aspek yang digugat antara lain soal cara aplikasi berbagi video pendek tersebut mengumpulkan dan menggunakan data anak-anak di Inggris dan Uni Eropa.
Penggugat menyebut kalau TikTok mengambil informasi pribadi anak-anak termasuk nomor telepon, video, lokasi persis hingga data biometrik.
Hal itu dipandang dilakukan tanpa peringatan yang memadai serta tanpa transparansi yang diperlukan sesuai hukum.
Menanggapi gugatan ini, perusahaan menegaskan privasi dan keamanan adalah prioritas utama TikTok. Perusahaan juga menyebut memiliki kebijakan khusus yang berguna untuk melindungi pengguna remaja atau anak-anak.
Advertisement
TikTok: Privasi adalah Prioritas
“Kami memiliki kebijakan, proses, dan teknologi yang kuat untuk membantu melindungi semua pengguna, dan pengguna remaja kami pada khususnya. Kami yakin klaim tersebut kurang pantas,” katanya.
Sebagai informasi, klaim itu dilayangkan mengatasnamakan pengguna anak-anak sejak 25 Mei 2018.
Longfield menilai kebijakan pengumpulan data yang dilakukan TikTok terlalu berlebihan dibanding dengan platform media sosial lainnya.
"Namun, di balik lagu-lagu yang menyenangkan, tantangan menari dan tren sinkronisasi bibir ada sesuatu yang jauh lebih menyeramkan," katanya seperti dikutip dari BBC, Kamis (22/4/2021).
Ia menambahkan, orangtua perlu mengetahui informasi pribadi apa saja yang dikumpulkan melalui berbagai jalur pengumpulan data yang dilakukan TikTok.
(Tin/Ysl)