Liputan6.com, Boston - Selama dekade terakhir, IBM memantau penggunaan aplikasi berbasis Artificial Intelligence (AI) telah bergeser. Dari akademisi dan laboratorium ke berbagai industri, dan memengaruhi kehidupan jutaan orang setiap hari.
IBM yakin masa depan AI akan bergantung pada pembuatan dan penyebaran model pembelajaran mendalam AI yang fleksibel dan dapat digunakan kembali, dapat diterapkan ke hampir semua domain atau ranah industri dan telah membangun model AI skala besar untuk membantu memecahkan masalah dunia nyata.
Baca Juga
Untuk setiap aplikasi baru AI, menurut IBM, kumpulan data yang besar (big data)Â dan diberi label dengan baik diperlukan untuk menangani tugas tertentu. Model AI saat ini berkisar dari mengenali bahasa hingga menghasilkan molekul baru untuk penemuan obat.
Advertisement
Dengan banyaknya contoh bias algoritme dalam machine learning (ML) model atau model pembelajaran mesin yang tersedia saat ini, menurut IBM, sangat penting untuk membangun model dan sistem AI menjunjung tinggi keadilan individu dan mengurangi bias.
Guna mendukung capaian tersebut, menerapkan model terlatih untuk tantangan baru membutuhkan pelatihan dan waktu data baru yang sangat besar.
Oleh sebab itu, IBM membutuhkan AI yang menggabungkan berbagai bentuk pengetahuan, membongkar hubungan sebab akibat, dan mempelajari hal-hal baru dengan sendirinya.
Lewat IBM Research, dikembangkanlah sistem AI yang lebih cair dan 'mirip manusia' untuk mendukung bisnis dan menavigasi kekuatan eksternal yang tidak dapat diprediksi. Hal itu untuk memastikan masa depan yang berkelanjutan bagi umat manusia.
"Untuk membuat MIT-IBM Watson AI Lab, IBM Research menginvestasikan USD 240 juta pada tahun 2017 sebagai investasi pendirian selama 10 tahun pertama. Ada lebih dari 50+ proyek yang sedang berlangsung dan 700+ makalah telah diterbitkan hingga saat ini. Anggota mitra, yang telah berinvestasi untuk bekerja dengan para peneliti di lab untuk mengatasi masalah tertentu, termasuk Woodside, Samsung, Wells Fargo, dan Boston Scientific," ujar David Cox, IBM Director di MIT-IBM Watson AI Lab saat AI Tour ASEANZK pada akhir Januari 2023 yang diikuti Liputan6.com.
"Proyek AI di MIT-IBM Watson AI Lab dibagi menjadi delapan kategori utama: Foundation Models, Fluid Intelligence, Trusted AI, Accelerated Discovery, Generative Design, Synthetic Data, AI for Business Decision-making, dan Efficient AI," papar David Cox.
Peluang AI di Kancah Industri
David Cox mengatakan, sejauh ini sistem AI telah bekerja dalam banyak hal menggunakan peluang yang memungkinkan.
"Ada banyak peluang saat ini: kami memiliki sistem AI yang melakukan banyak tugas di domain yang dapat membuat mereka mengambil apa yang mereka ketahui dari satu domain dan menerapkannya ke domain lain; multimodal, bekerja lintas teks, gambar, video dan semua jenis modalitas yang berbeda; didistribusikan, perlu dijalankan di cloud, tetapi juga perlu dijalankan di perangkat seluler, secara lokal," tutur David Cox.
Kendati demikian, sambung David Cox, masih diperlukan cara untuk menjembatani kesenjangan yang tercipta dalam penggunaan AI tersebut.
"Yang terpenting, sistem AI harus bisa dijelaskan. Anda harus dapat memahami mengapa sistem AI membuat keputusan untuk mempercayainya. Karena mereka adalah sistem sosio-teknis, dengan orang dan mesin yang bekerja bersama, Anda harus mampu menjembatani kesenjangan itu."
"Garis pertempurannya adalah: Anda perlu memiliki sistem AI yang dapat dijelaskan, teknologi untuk keamanan, dan Anda memerlukan sistem yang adil dan etis."
Advertisement
Apa Saja Industri yang Bisa Dijamah oleh AI?
Menurut David Cox, AI pada dasarnya akan menyentuh segala bidang industri.
"Saya pikir menggunakan AI secara global sama seperti mendigitalisasikan sesuatu, seperti yang jelas digunakan pada sektor keuangan, manufaktur, dan pemerintahan," ucapnya.
Sekarang, sambung David Cox, AI adalah teknologi persuasif.
"AI membantu mengelola rantai pasokan, manufaktur, telekomunikasi: membantu sistem lebih cepat, lebih tangguh. AI juga membantu dalam pengambilan keputusan di bidang keuangan, membuat pinjaman, serta perdagangan,"jelasnya lagi.
"Jadi sebenarnya tidak ada area yang menurut saya tidak akan tersentuh oleh kemampuan untuk membantu mengotomatisasikan data," ujar David Cox.
Ketika ditanya industri apa yang paling menjadi target AI di IBM, David Cox menjawab "sesungguhnya, tidak ada industri yang tidak akan tersentuh oleh AI."
"Jadi, kami melihat sejumlah industri yang memanfaatkan AI dengan sangat cepat. Beberapa kasus lebih cepat dari yang lain, terutama di sektor keuangan."
"Kami telah banyak melihat AI dari segala hal mulai dari operasi keuangan inti hingga customer service (layanan pelanggan) untuk memiliki sistem yang mereka butuhkan," pungkasnya dalam wawancara dengan Liputan6.com di MIT-IBM Watson AI Lab saat AI Tour ASEANZK.
Â
Tingkat Adopsi AI di Indonesia
Menurut survei bersama oleh SAS dan IDC, adopsi AI di Indonesia tertinggi pada tahun 2018 di ASEAN dengan 24,6% organisasi mengintegrasikan teknologi ke dalam operasi mereka.
A.T. Kearney dan EDBI menemukan bahwa AI dapat menambahkan US$366 miliar ke produk domestik bruto Indonesia dalam dekade berikutnya dan hampir $1 triliun dalam PDB tambahan di seluruh Asia Tenggara.
Pada Agustus 2020, Indonesia menerbitkan National Strategy on Artificial Intelligence 2020-2045 (Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial) pertamanya, menjadi negara ASEAN kedua yang melakukannya setelah Singapura.
Menekankan pada pendidikan dan penelitian, layanan kesehatan, ketahanan pangan, mobilitas, dan smart ciites (kota pintar), 186 program strategi berusaha mengubah Indonesia dari negara berbasis sumber daya alam menjadi negara yang digerakkan oleh inovasi.
Strategi Indonesia menyarankan fokus pada pengembangan AI, Internet of Things (IoT), advanced robotics (robotika canggih), augmented reality, dan 3D printing (pencetakan 3D), untuk memperkaya proyek-proyek negara yang sudah memanfaatkan AI.
Advertisement