Kaspersky: Kecerdasan Buatan Bisa Perkuat Keamanan Siber di Perusahaan

Pakar Kaspersky menyebut AI bisa dimanfaatkan oleh tim IT perusahaan untuk memperkuat pertahanan siber, di tengah kurangnya profesional keamanan siber di Asia Pasifik.

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 06 Sep 2023, 06:30 WIB
Diterbitkan 06 Sep 2023, 06:30 WIB
Ilustrasi keamanan siber (Dok. Kaspersky)
Ilustrasi keamanan siber (Dok. Kaspersky)

Liputan6.com, Jakarta - Tim IT (Information an Technology/teknologi dan informasi) keamanan siber perusahaan dinilai dapat memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI), untuk meningkatkan pertahanan terhadap ancaman.

Perusahaan keamanan siber Kaspersky menyebut, Asia Pasifik kekurangan 2,1 juta profesional keamanan siber di tahun 2022. Sehingga, AI dianggap dapat membantu menjaga pertahanan siber di wilayah ini.

Peneliti Keamanan Senior untuk Tim Riset dan Analisis Global Asia Pasifik Kaspersky, Saurabh Sharma, mengungkapkan apabila penjahat siber dapat memanfaatkan AI, tim keamanan siber juga dapat memanfaatkan teknologi ini untuk kebaikan.

Mengutip siaran pers, Selasa (5/9/2023), Sharma mengungkapkan, pada tahun 2022, Asia Pasifik perlu memenuhi kesenjangan talenta keamanan siber sebesar 52,4 persen, seiring dengan bergeraknya ekonomi digital.

"Kebutuhan mendesak ini dapat mendorong tim keamanan TI untuk mempertimbangkan penggunaan mesin pintar dalam meningkatkan pertahanan siber organisasi mereka dan AI dapat membantu di bidang-bidang utama seperti intelijen ancaman, respon insiden, dan analisis ancaman," katanya. 

Sharma mengatakan, algoritma kecerdasan buatan dapat digunakan untuk dengan cepat mengakses dan menganalisis penelitian yang diterbitkan sebelumnya dan taktik, teknik, dan prosedur yang telah dilihat sebelumnya, yang mengarah pada pengembangan hipotesis perburuan ancaman.

Selain itu, AI juga dapat menyarankan anomali dalam kumpulan log yang disediakan, memahami log peristiwa keamanan, menghasilkan tampilan log peristiwa tertentu, dan merekomendasikan langkah-langkah untuk mencari implan awal seperti shell web.

Keterbatasan AI dalam Pertahanan Siber

Ilustrasi ChatGPT
Ilustrasi ChatGPT, chatbot AI generatif yang mampu ciptakan malware canggih. (unsplash/Choong Deng Xiang)

Sharma juga mencatat bahwa teknologi seperti ChatGPT. bahkan dapat membantu untuk mengidentifikasi komponen penting dalam kode malware, melakukan deobfuscate skrip berbahaya, dan membuat server web tiruan dengan skema enkripsi tertentu.

Namun, Sharma juga menyoroti keterbatasan AI dalam membangun dan memelihara pertahanan siber. Ia pun mengingatkan agar perusahaan dan organisasi untuk fokus pada penambahan tim dan alur kerja yang ada.

Selain itu, transparansi harus menjadi bagian dari eksplorasi dan penerapan AI generatif, terutama ketika itu memberikan informasi yang salah.

Semua interaksi dengan AI Generatif pun harus dicatat, tersedia untuk ditinjau, dan dipertahankan selama masa pakai produk yang diterapkan di perusahaan.

"AI memiliki manfaat yang jelas bagi tim keamanan siber, terutama dalam mengotomatisasi pengumpulan data, meningkatkan Mean Time To Repair (MTTR), dan membatasi dampak dari setiap insiden," kata Sharma.

"Jika dimanfaatkan secara efektif, teknologi ini juga dapat mengurangi kebutuhan keterampilan bagi analis keamanan, namun organisasi harus ingat bahwa mesin pintar dapat menambah dan melengkapi bakat manusia, namun tidak menggantikannya," ia memungkasi.

Pemerintah Kaji Regulasi Kecerdasan Buatan

Ilustrasi kemampuan AI (Kaspersky)
Ilustrasi kemampuan AI (Kaspersky)

Sebelumnya, Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo) Nezar Patria, mengungkapkan pemerintah sedang mengkaji kebutuhan pengaturan pemanfaatan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).

Hal ini diungkapnya di Indonesia Digital Conference Artificial Intelligence untuk Transformasi Industri Tantangan Etik, Inovasi, Produktivitas, dan Daya Saing di Berbagai Sektor, yang digelar Asosisasi Media Siber Indonesia (AMSI) di Bandung, Selasa.

Menurut Nezar, kecerdasan buatan juga memunculkan sisi-sisi negatif dan berbagai isu. Misalnya kesalahan analisa akibat misinformasi berita, perlindungan hak cipta, hingga hal yang terkait dengan kemanusiaan.

"Pemerintah, dalam hal ini melakukan monitoring terhadap perkembangan pemakaian AI dan kita bersikap positif, misalnya dengan perkembangan teknologinya, tetapi juga kita mencermati sisi-sisi negatif yang akan muncul," kata Nezar Patria.

Menurut Nezar, kajian dilakukan dengan berkolaborasi bersama sejumlah lembaga, serta mitra kerja di beragam sektor.

 

Regulasi AI Bukan untuk Hambat Inovasi

Ilustrasi Artificial Intelligence (AI), kecerdasan buatan
Ilustrasi Artificial Intelligence (AI), kecerdasan buatan. (Image by rawpixel.com on Freepik)

"Terutama di ekosistem ekonomi digital, pelaku-pelaku industri yang berbasiskan digital, dan juga beberapa pakar teknologi, sosial, budaya, dan sebagainya," ujar Wamenkominfo Nezar Patria, seperti dikutip dari siaran pers Kominfo, Rabu (23/8/2023).

"Kita coba mengantisipasinya dengan satu regulasi yang mencoba meminimalkan dampak-dampak yang harmful atau merusak dari AI," imbuhnya.

Menurutnya, regulasi AI tidak dimaksudkan untuk menghambat inovasi, namun sebagai langkah antisipasi atas risiko yang mungkin muncul. Nezar juga mengatakan, pemerintah telah berdiskusi dengan UNESCO tentang pemanfaatan AI, terutama dari sisi etika.

Nezar pun menegaskan, laju perkembangan teknologi saat ini sudah tidak mungkin untuk dilawan.

"Saya kira seluruh dunia punya concern yang sama dan juga terbelah pendapatnya tentang AI, tetapi yang pasti kita tidak bisa bergerak mundur. Kita pakai teknologi karena bermanfaat," kata Nezar.

Infografis Jurus Pemerintah Atasi Serangan Siber dan Poin Penting RUU PDP. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Jurus Pemerintah Atasi Serangan Siber dan Poin Penting RUU PDP. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya