Liputan6.com, Jakarta Ketua Komisi III DPR Habiburokhman sepakat akan usulan dihapusnya Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), lantaran dianggap memberatkan masyarakat.
"Saya sih sepakat. Alasannya apa sih? SKCK itu kan susah juga, orang itu kalau terbukti dipidana kan masyarakat tahu saja tanpa perlu SKCK," kata dia di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (27/3/2025).
Advertisement
Baca Juga
Di sisi lain, jika dipandang sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), menurut Politikus Gerindra tersebut nilainya tidak signifikan.
Advertisement
"Kalau dulu kan namanya surat keterangan kelakuan baik, baiknya menurut apa? Sekarang kan manfaatnya apa? Dari segi PNBP itu kan enggak signifikan," ungkap Habiburokhman.
Dia pun membeberkan, untuk melihat seseorang itu mantan narapidana atau bukan, juga bisa langsung dicek ke pengadilan. Habiburokhman juga memandang, bagi para pencari kerja, SKCK memberatkan karena makan biaya dan waktu.
"Saya mau kerja misalnya, perlu SKCK, itu benar-benar ya (merepotkan). Satu, ongkos ke pengadilan, ngantrinya, apakah ada biaya? Setahu saya ada ya, tapi enggak tahu ya, dicek, resmi enggak resmi gimana," bebernya.
Habiburokhman juga mengungkapkan, mereka yang sudah mengantongi SKCK, tak jaminan ke depannya tak akan bermasalah atau orang yang baik.
"Enggak ada jaminan orang punya SKCK enggak bermasalah gitu," pungkasnya.
Sudah Dikirim ke Mabes Polri
Sebelumnya Direktur Jenderal Instrumen dan Penguatan HAM Kementerian HAM, Nicholay Aprilindo mengatakan usulan pencabutan SKCK telah ditandatangani Menteri HAM Natalius Pigai untuk dikirim ke Mabes Polri, Jumat (21/3/2025).
“Alhamdulillah, Pak Menteri sudah menandatangani surat usulan kepada Kapolri untuk melakukan pencabutan SKCK dengan kajian yang kami telah lakukan secara akademis maupun secara praktis,” kata Nicholay.
Adapun usulan tersebut, diberikan sesuai hasil penelitian dari Kementerian HAM dari berbagai lembaga pemasyarakatan (lapas) di sejumlah daerah.
Didapati keluhan para narapidana residivis yang kesulitan mencari kerja yang akhirnya mengulangi perbuatan melanggar hukum. Kesulitan itu akibat dari adanya SKCK yang kerap menjadi syarat lowongan untuk mendaftar pekerjaan.
“Beberapa narapidana ini juga mengeluhkan betapa dengan dibebankannya SKCK itu, masa depan mereka sudah tertutup. Bahkan, mereka berpikiran bahwa mendapatkan hukuman seumur hidup karena tidak bisa untuk hidup yang baik, layak, maupun normal karena terbebani oleh stigma sebagai narapidana,” pungkasnya.
Reporter: Alma Fikhasari/Merdeka.com
Advertisement
