Liputan6.com, Jakarta - Perusahaan software yang berbasis di Jerman, SAP dikenai denda USD 220 juta atau sekitar Rp 3,4 triliun sebagai bentuk penyelesaian penyelidikan oleh Departemen Kehakiman AS dan Komisi Sekuritas dan Bursa (SEC) terkait pelanggaran Undang-Undang Praktik Korupsi Asing.
Adapun penyelesaian ini merupakan dampak dari dugaan suap SAP terhadap pejabat pemerintah di Afrika Selatan dan Indonesia. Demikian menurut pernyataan resmi Departemen Kehakiman AS, dikutip Senin (15/1/2024).
Baca Juga
Menurut dokumen pengadilan, SAP masuk ke dalam Perjanjian Penangguhan Penuntutan (DPA) selama tiga tahun dengan departemen tersebut, terkait informasi pidana yang diajukan di Distrik Timur Virginia yang menuduh perusahaan itu dengan dua dakwaan.
Advertisement
Pertama, konspirasi untuk melanggar ketentuan anti-suap karena membayar suap kepada pejabat Afrika Selatan, dan kedua dengan pejabat di Indonesia.Â
Asisten Jaksa Agung Pemerintah dari Divisi Pidana Departeman Kehakiman, Nicole M Argentieri mengatakan, "SAP membayar suap kepada pejabat di perusahaan milik negara di Afrika Selatan dan Indonesia untuk memenangkan bisnis pemerintah yang berharga."
Ia menyebut, dalam proses penyelesaian pihaknya berkoordinasi dengan otoritas Afrika Selatan selama lebih dari setahun. Tujuannya adalah membantu melawan suap dan korupsi asing.
"Kami berharap untuk terus memperkuat hubungan kami dengan otoritas Afrika Selatan dan lainnya di seluruh dunia," kata Argentieri.
Jaksa Amerika Serikat untuk Distrik Timur Virginia, Jessica D Arber, menyebut, SAP telah menerima tanggung jawab atas praktik korupsi yang merugikan kompetitor dalam perdagangan global.
"Kami akan terus menuntut kasus suap secara tegas untuk melindungi perusahaan domestik yang mengikuti hukum sambil berpartisipasi dalam pasar internasional," kata Jessica.
Kasus Korupsi yang Libatkan Pejabat Indonesia
Dokumen pengadilan ini mengungkap, SAP membuat pembayaran suap dan keuntungan kepada pejabat asing di Afrika Selatan dan Indonesia.
SAP juga dituding mengirim uang dalam bentuk pembayaran tunai, kontribusi politik, dan transfer elektronik lain dan barang mewah yang dibeli selama perjalanan dinas.
Sementara, suap Afrika Selatan terjadi antara 2013 dan 2017. Di mana, SAP melalui agennya memberikan suap kepada pejabat Afrika Selatan dan memalsukan buku, catatan, dan akun SAP.
Semuanya bertujuan untuk memperoleh keuntungan atas berbagai kontrak dengan kementerian, agensi, dan badan-badan Afrika Selatan, kota Johannesburg, kota Tshwane, Depertemen Air dan Sanitasi, dan perusahaan energi yang dimiliki dan dikendalikan oleh negara Afrika Selatan.
Advertisement
Suap Terhadap Pejabat Indonesia Terjadi 2015 dan 2018
Suap terhadap pejabat Indonesia terjadi sekitar 2015 dan 2018. Di mana melalui agensinya, SAP disebut memberikan suap kepada pejabat Indonesia untuk mendapatkan keuntungan bisnis bagi SAP.
Keuntungan ini berhubungan berbagai kontrak antara SAP dan departemen, agensi, dan badan-badan Indonesia, termasuk Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BP3TI) atau yang kini berubah menjadi BAKTI Kominfo.
Atas kasus tersebut, berdasarkan Perjanjian Penuntutan Kasus (DPA) menyebut, SAP akan membayar denda pidana sebesar USD 118,8 juta dan penyitaan administratif sebesar USD 103 juta.
SAP juga diminta untuk bekerja sama dengan DJO. Departemen juga akan mengkreditkan hingga USD 55,1 juta dari denda pidana terhadap jumlah yang dibayar SAP untuk menyelesaikan penyelidikan oleh otoritas penegak hukum di Afrika Selatan atas perilaku terkait.