Cerita Mantan Pemulung Kembar yang Jadi Atlet Sepak Takraw Andalan Indonesia

Sebelum menjadi atlet sepak takraw, Lena dan Leni pernah bekerja sebagai buruh cuci untuk menyambung hidup dan memulung demi sepatu latihan.

oleh Gilar Ramdhani diperbarui 13 Sep 2018, 17:56 WIB
Diterbitkan 13 Sep 2018, 17:56 WIB
Cerita Mantan Pemulung Kembar yang Jadi Atlet Sepak Takraw Andalan Indonesia
Sebelum menjadi atlet sepak takraw, Lena dan Leni pernah bekerja sebagai buruh cuci dan pemulung untuk menyambung hidup.

 

Liputan6.com, Jakarta Bagi Anda penggemar olahraga Sepak Takraw tentu tak asing dengan si kembar Lena dan Leni. Keduanya merupakan atlet andalan Indonesia yang sukses meraih prestasi bergengsi di kancah internasional.

Mereka pernah menyumbang dua medali perunggu di Asian Games 2014 di Incheon, Korea Selatan. Meraih medali emas di King’s Cup (turnamen paling bergengsi sepak takraw) pada 2016 dan merebut medali perak di ajang Sea Games 2017 di Malaysia. Terakhir, si kembar meraih medali perunggu di Asian Games 2018.

Dibalik kisah gemilang mereka, ternyata si kembar Lena dan Leni memiliki kisah hidup yang mengharukan. Bahkan, menjadi atlet sepak takraw karena "terpaksa".

Sejak kecil, keduanya sudah harus membanting tulang dan bekerja untuk memenuhi kebutuhan sekolah. Seperti dikutip dari laman Kemenpora, ayahnya, Surtina, hanyalah seorang buruh tani. Sementara itu sang ibu, Toniah, sehari-hari adalah ibu rumah tangga.

Karena ekonomi keluarga yang jauh dari berkecukupan, si kembar pernah dibujuk untuk menjadi TKW daripada melanjutkan sekolah. Lena dan Leni kompak menolak dan berprinsip bahwa pendidikan tetap yang utama. Untuk memenuhi kebutuhan sekolah, Lena dan Leni menutupinya dengan jadi buruh cuci. Mereka rela mencuci piring di kantin SMP.

Ketika sudah lulus dan akan melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah atas, Lena dan Leni dihadapkan pada permasalahan yang sama yakni biaya pendidikan. Di sinilah pertama kalinya sepak takraw mengubah jalan hidup si kembar.

"Pengen sekolah sampai SMA jadi ikut sepak takraw, soalnya di SMA itu atlet-atlet takraw digratiskan sekolahnya jadi kami pun ikut. Kebetulan pelatih juga tahu kami ada bakat jadi Alhamdulillah bisa sampai sekarang," kata Lena.

Biaya sekolah memang sudah digratiskan, tapi tidak untuk peralatan sekolah dan latiha sepak takraw. Lena dan Leni tak kehabisan akal. Beruntung mereka bertetangga dengan pemilik pengepul barang bekas. Mereka tahu betul jadwal kegiatan di sana. Jika ada barang bekas yang tidak dapat diolah, biasanya si tetangga membuang barang-barang tersebut di dekat tanggul sungai.

Di sini, Lena dan Leni rela mengais sampah demi mendapat sepatu bekas yang menurut standar mereka masih layak digunakan. Demi sekolah, Lena-Leni pun mau tak mau harus mempelajari olahraga sepak takraw.

"Tetangga itu ada yang bos rongsokan, jadi jika ada barang yang tidak bisa dijual atau tidak laku pasti dibuang ke tanggul sungai. Kalau pagi kami mencari di situ. Jika ada sepatu yang sepasang kami ambil buat sekolah dan latihan," papar Leni.

Sejak mulai mempelajari sepak takraw 2006, si kembar rajin mengikuti kejuaraan antar pelajar, antar daerah, dan pekan olahraga daerah. Hingga pada 2007, Lena dan Leni mengikuti seleksi nasional dan kemudian menyandang status atlet nasional. Saat Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games 2018, si kembar berhasil mempersembahkan medali perunggu di tengah persaingan yang ketat negara-negara peserta lainnya.

Kisah perjuangan Lena dan Leni menjadi atlet sepak takraw membuat tersenyum penyanyi papan atas Indonesia, Rossa. Ia memposting foto masa kecil Lena dan Leni saat memulung yang viral di media sosial.

 
 
 
View this post on Instagram

SEMANGAT PAGI Man Jadda wajada . Nama mereka adalah Lena dan Leni. Proses perjuangan mereka amat menggetarkan. Lahir dari keluarga kurang mampu dan Ayahnya seorang buruh tani. . Sejak kecil mrka memulung demi menyambung hidup. Mrka mulai mengenal sepak takraw sejak SMA. Alasannya sederhana : jika mrka mau latihan sepak takraw dan berprestasi, maka sekolahnya akan digratisin. . Mrka milih sekolah yg bisa gratis sebab mrka tak sanggup jika sekolahnya harus bayar. Ortu mrka tak sanggup biayai. Untk membeli sepatu buat latihan sepak takraw mrka nyari uang sendiri. Misal ikut bantu nyuci baju2 tetangganya yg berada dan jg dg memulung. . Perjuangan yg tak mudah namun tetap harus dijalani demi masa depan yg lbh baik. Krn giat berlatih, mrka pelan2 bisa menuai prestasi sepak takraw. Mulai dari level Porda, PON, Sea Games hingga level Asian Games. . Pd Asian Games 4 tahun lalu di Incheon Korea, mrka meraih perunggu. Mrka akan ikut bertanding lagi di Asian Games 2018 sekarang ini. Berkat prestasi sepak takraw, mrka pelan2 bisa mengumpulkan tabungan untk membiayai orang tua mrka naik haji. . Berkat doa orang tua juga kami bisa spt ini, ujar mrka saat mau melepas orang tua mrka naik haji. Ada nada haru dan bahagia di wajah mereka saat itu. . Lahir dan besar dari keluarga kurang mampu. Dipaksa kerja nyari uang sendiri dg memulung sejak remaja. Lalu gigih berlatih sepak takraw agar bisa gratis sekolah. Dan hari2 ini mrka jadi wakil untk mengharumkan nama bangsanya. . From zero to hero. #AsianGames . . Manjadda Wa Jadda. Siapa yg bersungguh2 dia pasti akan berhasil. (Copas)

A post shared by Rossa (@itsrossa910) on

Kisah si kembar Lena dan Leni yang menginspirasi ini sangat tepat jika melabeli mereka dengan predikat "Kontingen Kebaikan", sebuah kampanye yang digagas AQUA Danone menyambut Asian Games 2018. Selengkapnya mengenai #kontingenkebaikan dan AQUA kunjungi link berikut ini.

 

(Adv)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya