Film Jumbo Ungkap Pentingnya Kehadiran Orang Tua dalam Tumbuh Kembang Anak

Film animasi Jumbo viral setelah sukses meraih jutaan penonton. Film ini mengangkat realita hubungan keluarga dan anak yang dikemas dalam kisah unik perjalanan Don dan kawan-kawan.

oleh Yanuar H Diperbarui 26 Apr 2025, 21:00 WIB
Diterbitkan 26 Apr 2025, 21:00 WIB
Film Jumbo
Lebaran 2025 di bioskop sangat festive. Keragaman lima film Indonesia amat terasa. Film animasi Jumbo, salah satu kontestan yang layak diperhitungkan. (Foto: Dok. Visinema Animation)... Selengkapnya

Liputan6.com, Yogyakarta - Film animasi Indonesia, Jumbo, kembali mencetak sejarah masuk daftar 10 besar film Indonesia terlaris sepanjang masa, kini Jumbo resmi menembus angka 6 juta penonton. Menurut Wulan Nur Jatmika, Pakar Psikologi Anak Universitas Gadjah Mada, film animasi Jumbo dari sisi psikologi dan pesan bagi orang tua untuk mendampingi tumbuh kembang anak.

Wulan menyampaikan film “Jumbo” memuat pesan berlapis yang semua usia dapat menangkapnya, mulai dari moral tentang persahabatan, cara menjadi teman yang baik, saling tolong-menolong, dan cerita petualangan seru yang menghibur untuk anak-anak. Sedangkan bagi penonton dewasa, ada perasaan nostalgia melalui alur cerita yang menyentuh sampai dinamika psikologis setiap karakternya.

“Secara pribadi, saya sangat mengapresiasi para seniman yang telah bekerja keras mewujudkan film ini dengan kualitas animasi, alur cerita, serta perkembangan karakter yang baik, diperkaya dengan banyak hikmah yang bisa dijadikan bahan refleksi,” tutur Wulan di Kampus UGM, Senin (21/4/2025).

Realita sosial dalam film animasi Jumbo menurut Wulan mencerminkan pengaruh keluarga dan lingkungan pada kondisi psikologis anak. Salah satunya adalah Adverse Childhood Experiences (ACEs) atau kejadian atau peristiwa yang terjadi sebelum anak menginjak usia 18 tahun dan berpotensi menimbulkan trauma.

Kejadian seperti kehilangan peran orang tua, diabaikan, menyaksikan atau mengalami kekerasan, dan disfungsi sosial keluarga dapat memberikan pengalaman traumatis bagi anak. Melalui latar belakang karakter film Jumbo dapat menemuk refleksi ACEs contohnya Don yang kehilangan orang tua, Atta yang tumbuh tanpa orang tua dan dalam kondisi kemiskinan, serta Maesaroh dan Nurman yang dikisahkan hidup bersama kakek tanpa peran orang tua secara emosional. “Kondisi ini mencerminkan realita sosial Indonesia, di mana anak-anak dengan ACEs bisa dengan mudah ditemukan di sekitar kita,” ungkap Wulan.

Wulan memberikan catatan isu perundungan anak-anak dalam hubungan antara Don dan Atta. Menurutnya, perundungan adalah masalah nyata yang kompleks pada lingkungan anak-anak, baik pelaku maupun korban perundungan berpotensi mengalami masalah kesehatan mental di kemudian hari. “Anak yang menjadi pelaku perundungan biasanya juga bukan tanpa sebab, banyak faktor yang mempengaruhi, mulai dari pola asuh negatif, pengalaman masa lalu sebagai korban, hingga lingkungan sosial yang tidak sehat,” jelas Wulan.

Namun karakter Don sebagai korban perundungan menerima dukungan emosional yang baik, sehingga tetap ceria dan percaya diri. Melalui film animasi Jumbo ini menunjukkan pencegahan perundungan tidak dapat dilakukan secara parsial.

Menurutnya perlu ada upaya dalam meminimalisir faktor-faktor resiko seperti pola asuh negatif, lingkungan yang penuh tekanan, atau ketidaksetaraan sosial. Sebagai upaya preventif, perlu adanya penguatan faktor protektif, yakni kedekatan yang baik dengan orang tua atau pengasuh, dukungan sosial, lingkungan sekolah yang aman, dan sistem dukungan di masyarakat.

Wulan mengatakan melalui film animasi Jumbo ini, penonton dihadapkan pada realitas terhadap peran keluarga dan lingkungan bagi pengembangan karakter anak. Sehingga, penting bagi orang tua untuk membekali anak bukan hanya dengan apa yang mereka inginkan, tapi yang benar-benar mereka butuhkan. “Orang tua perlu menyadari bahwa setiap hal yang dilakukan dalam proses pengasuhan, terutama di usia 0-5 tahun, bisa berdampak besar dan jangka panjang bagi masa depan anak,” ujar Wulan.

Wulan mengatakan, anak membutuhkan bekal cinta dan kasih sayang yang tulus tanpa syarat, nilai-nilai kehidupan, dan panduan moral yang baik. Kehadiran orang tua diperlukan untuk memberi arahan agar anak mampu mengenal dan mengatur emosi diri, serta mendapatkan ilmu dan wawasan yang luas. “Dengan bekal-bekal itu, anak bisa tumbuh menjadi pribadi yang kuat, sehat, mandiri, dan siap menghadapi tantangan hidup,” ujarnya.

Video Pilihan Hari Ini

Produksi Liputan6.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya