Kisah Sukses Ibnu Riyanto, Pengusaha Batik yang Masuk Rekor MURI

Ibnu mulai merintis usaha tahun 2006 ketika usianya 17 tahun dengan menjadi suplier kain mori yakni bahan baku batik berupa kain putih.

oleh Liputan6 diperbarui 15 Apr 2015, 00:30 WIB
Diterbitkan 15 Apr 2015, 00:30 WIB
Kisah Sukses Ibnu Riyanto, Pengusaha Batik dan Pemilik Rekor MURI
Ibnu mulai merintis usaha tahun 2006 ketika usianya 17 tahun dengan menjadi suplier kain mori yakni bahan baku batik berupa kain putih.
Liputan6.com, Jakarta

Namanya Ibnu Riyanto asal Cirebon, Jawa Barat. Usianya belum menginjak 30 tahun, namun sudah cukup sukses sebagai pengusaha batik. Keberhasilan Ibnu dibuktikan dengan berbagai penghargaan dan pencapaian usaha batik yang dimilikinya.

Salah satu penghargaan yang sangat berkesan berasal dari Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai pemilik toko batik terbesar dan terluas pada usia termuda (23 tahun).

Meski sudah meraih kesuksesan di usia muda, Ibnu tak langsung besar kepala. "Saya tidak mau seperti dinosaurus, ketika sudah besar kemudian punah," ungkapnya saat ditemui team Berita BCA belum lama ini di toko Batik Trusmi, Desa Trusmi, Plered, Cirebon.

Bagi Ibnu, usia muda adalah kesempatan untuk terus melakukan eksplorasi kemampuan diri dan semakin tertantang untuk meraih yang belum bisa dicapainya.
 
"Mumpung masih muda dan masih cukup banyak energi, saya akan terus mengembangkan diri. Saya memang tipe orang yang  tidak mudah puas dengan apapun yang sudah saya capai," kata Ibnu.

Meski berasal dari keluarga pembatik, Ibnu membangun usahanya sendiri benar-benar dari nol. Ibnu mulai merintis usaha tahun 2006 ketika usianya 17 tahun dengan menjadi suplier kain mori yakni bahan baku batik berupa kain putih.

Dengan modal awal Rp 15 juta, Ibnu menawarkan kain mori ke perajin-perajin batik di desa kelahirannya, Trusmi Kabupaten Cirebon.

"Dulu saya bandel. Lulus SMA saya langsung menikah. Saya ingin membuktikan kepada orang tua kalau saya mampu mandiri. Begitu punya tanggungan istri, saya jadi bersemangat untuk memulai usaha sendiri. Saat itulah, pertama kali saya menjadi nasabah bank ya BCA," katanya.

Keuntungan menjadi suplier kain mori hanya cukup untuk kebutuhan keluarganya sehari-hari, tidak lebih dan tidak kurang. Setelah mempunyai anak, Ibnu merasa harus bisa meningkatkan usahanya untuk menghidupi keluarga kecilnya.

Memanfaatkan ruang tamu rumah orang tuanya yang berukuran 4 x 4 meter persegi di tahun 2007, Ibnu yang memiliki 2 anak ini pun mulai menjual batik. Tak berhenti di "toko" saja, Ibnu pun gigih memasarkan batik dagangannya secara door to door dari satu toko ke toko yang lain di Jakarta, Bandung dan kota-kota lain.

>>>Selanjutnya perjalanan Ibnu melebarkan usahanya

Ketika memasarkan batik dagangannya, tak jarang Ibnu harus tidur di masjid demi mengirit uang yang harus diputarnya untuk mengembangkan usaha. Ya, meraih sukses memang tak semudah membalikkan tangan butuh perjuangan dan pengorbanan.

Beruntung satu toko di salah satu pusat perbelanjaan teramai di Jakarta mau membayar lunas dagangannya sebesar Rp25 juta. Pencapaian itu membuatnya semakin bersemangat dan percaya diri hingga semakin ulet memasarkan batiknya.

Seiring dengan semakin laris dagangan batiknya, Ibnu pun membuka usaha konveksi sendiri dan berkat ketekunannya, Ibnu mampu membuka toko batik yang diberinya nama Batik Trusmi mengikuti nama desa penghasil batik ternama di Cirebon. Usahanya membangun bisnis akhirnya mendapat penghargaan rekor MURI pada 25 Maret 2013 lalu.

Sebagai pengusaha, Ibnu memiliki pesan kepada masyarakat diseluruh Indonesia bahwa kalau usaha ingin berkembang manajemen yang profesional saja tidak cukup.

"Tapi juga diperlukan kerja keras dan kemauan untuk maju serta berani mengambil resiko. Dan tentu saja, rasa selalu ingin mencapai yang lebih lagi," papar Ibnu.

Saat ini Ibnu mampu menghidupi setidaknya 500 orang karyawan dan membuka kesempatan bagi sedikitnya 50 perajin batik rumahan untuk memasarkan batik di toko miliknya.

Ibnu Riyanto bukan hanya dikenal sebagai pemilik toko "Pusat Grosir Batik Trusmi" dengan luas hampir 9.000 meter persegi di atas tanah seluas 12.000 meter persegi.

Tapi Ibnu juga membuka gerai batik untuk kelas menengah ke atas yang diberi nama "Pesona Batik", sebuah gerai batik memadukan seni budaya dan keindahan gedung peninggalan sejarah. Pesona Batik ini pun diresmikan oleh Wakil Gubernur Jawa Barat Dedi Mizwar pada 27 Maret 2014 lalu.

Tidak berhenti disitu, Ibnu juga membuka sejumlah toko batik dan puluhan gerai batik di sejumlah mal baik di Cirebon maupun kota lainnya. Untuk mereka yang gemar berbelanja via online,  Ibnu juga membuka website www.batiktrusmi.com yang dipopulerkan juga melalui sosial media. Insting bisnisnya terus diasah. Saat ini, Ibnu pun melebarkan sayap bisnisnya dengan terjun ke dunia properti.

Sebagai pebisnis, Ibnu juga menggandeng perbankan untuk mendukung usahanya. BCA menjadi salah satu bank pilihannya. Salah satunya menggunakan EDC (Electronic Data Capture) BCA untuk kemudahan transaksi di  seluruh toko dan gerainya serta menggunakan KlikBCA Bisnis yang praktis untuk menyelesaikan berbagai transaksi bisnisnya.

Keinginan Ibnu selanjutnya adalah mengumpulkan perajin batik dalam satu kawasan seperti halnya pabrik sehingga bisa memberikan imbalan kepada perajin minimal setara dengan UMK bahkan lebih. "Upah membatik yang masih rendah, ikut memberikan andil ancaman kepunahan batik di Cirebon," kata Ibnu.

Terinspirasi dengan kisah sukses Ibnu Riyanto? Maka, jangan pernah berhenti untuk mengeksplor kemampuan diri Anda, miliki kemauan keras untuk maju dan berani mengambil resiko seperti yang pernah dilakukan Ibnu Riyanto.

BCA Senantiasa di Sisi Anda.

(Adv)

Kisah Sukses Ibnu Riyanto, Pengusaha Batik dan Pemilik Rekor MURI
Ibnu mulai merintis usaha tahun 2006 ketika usianya 17 tahun dengan menjadi suplier kain mori yakni bahan baku batik berupa kain putih.
 
 
 
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya