Liputan6.com, Jakarta Langkah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melontarkan kebijakan 'zero debt' ternyata berujung pahit. Sejumlah proyek infrastruktur penting mandek akibat adanya pembatasan pinjaman luar negeri yang diterapkan pemerintah.
Kebijakan itu muncul Presiden SBY tiba-tiba memerintahkan agar semua kementerian berhenti membuat komitmen utang pada suatu sidang kabinet. Presiden ingin di masa akhir jabatannya, tidak ada catatan utang lagi sehingga catatannya menjadi sebuah clean sheet untuk urusan utang.
Merespons hal itu, Sekretariat Kabinet Dipo Alam merilis Surat Edaran Sekretaris Kabinet Nomor: SE-591/Seskab/X/2012 tentang Pembatasan Pinjaman Luar Negeri yang Dapat Membebani APBN/APBD. Surat itu memerintahkan agar seluruh kementerian berhenti berutang. Khusus untuk Bappenas bahkan secara eksplisit disebut agar tidak menambah item dalam Blue Book (BB). Bappenas pun menaatinya dengan tidak menerima tambahan proyek dalam BB.Â
Advertisement
Sumber Liputan6.com menyebutkan, salah satu yang menjadi korban dari kebijakan tersebut adalah proyek kabel listrik tegangan tinggi arus searah (High Voltage Direct Current/HVDC) yang digarap PLN. Proyek kabel yang akan menghubungkan sistem kelistrikan Sumatera dengan Jawa itu masuk dalam Blue Book Bappenas.
Proyek transmisi sepanjang lebih 700 kilometer (km) ini meliputi pekerjaan stasiun konverter/inverter di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan dan Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Awalnya proyek ini ditargetkan bisa beroperasi sekitar 2016-2017.
PLN sebenarnya telah mendapatkan komitmen pendanaan secara penuh dari Japan International Cooperation Agency (JICA). Namun oleh pemerintah, proses pendanaannya dibuat secara bertahap.
"Tahap pertama dan kedua lancar. Permasalahan muncul untuk pendanaan tahap ketiga, yang bertepatan dengan keluarnya perintah penghentian utang. Padahal tahun 2012, proses untuk pendanaan semestinya harus sudah tuntas, namun ternyata sampai tahun 2014 belum juga selesai," terang sumber itu, Kamis (20/3/2014).
Akibatnya PLN harus menghentikan proyek hingga terbentuknya pemerintahan baru. Ini artinya, PLN kehilangan waktu selama kurang lebih 1 tahun. Proyek tidak bisa berjalan karena pendanaan tidak bisa dieksekusi.
Saat dikonfirmasi, Direktur Perencanaan dan Manajemen Resiko, Murtaqi Syamsudin membenarkan adanya masalah pendanaan untuk proyek HVDC Sumatera-Jawa. Dari total kebutuhan pendanaan US$ 2,12 miliar, PLN baru mendapatkan kepastian US$ 1,194 miliar.
"Selebihnya, belum ada kepastian," katanya saat dikonfirmasi Liputan6.com.
Namun, Murtaqi enggan memberikan keterangan lebih lanjut terkait seretnya pendanaan untuk proyek kabel listrik Sumatera-Jawa itu.
"Soal pendanaan ini sebaiknya ditanyakan ke Bapenas," terangnya.