Hidrogen Disulap jadi Energi Murah dan Ramah Lingkungan, Begini Ceritanya

PT PLN (Persero) terus mengembangkan berbagai inovasi. Salah satunya adalah pemanfaatan energy storage berbasis hidrogen.

oleh Tira Santia Diperbarui 15 Apr 2025, 13:01 WIB
Diterbitkan 15 Apr 2025, 13:01 WIB
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo,
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, menjelaskan bahwa dalam perjalanan transisi energi, kunci utama yang dibutuhkan adalah sistem penyimpanan energi atau energy storage. Menurutnya, energy storage tak hanya identik dengan baterai seperti battery energy storage system (BESS), tetapi juga bisa dikembangkan dalam bentuk hidrogen.... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta PT PLN (Persero) terus mengembangkan berbagai inovasi. Salah satunya adalah pemanfaatan energy storage berbasis hidrogen.

Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, menjelaskan bahwa dalam perjalanan transisi energi, kunci utama yang dibutuhkan adalah sistem penyimpanan energi atau energy storage. Menurutnya, energy storage tak hanya identik dengan baterai seperti battery energy storage system (BESS), tetapi juga bisa dikembangkan dalam bentuk hidrogen.

“Dalam transisi energi ini membutuhkan energy storeage, nah energy storage ini bisa dalam  baterai energy system bisa juga dalam bentuk hydrogen,” kata Darmawan dalam Opening Ceremony Global Hydrogen Ecosystem Summit & Exhibition 2025, di JCC, Jakarta, Selasa (15/4/2025).

Darmawan mengatakan, dilihat dari sudut pandang seorang engineer, mungkin penjelasannya rumit dan teknis. Tapi secara sederhananya adalah Air disetrum, hasilnya ada dua yakni anoda menghasilkan oksigen, katoda menghasilkan hidrogen. Kemudian, hidrogennya di simpan dalam tabung maka itulah yang disebut energy storage system.

Kata Darmawan, hidrogen yang telah disimpan ini bisa digunakan kembali untuk menghasilkan listrik melalui fuel cells atau generator berbahan bakar hidrogen. Teknologi ini membuka peluang besar dalam diversifikasi energi sekaligus mendukung target pengurangan emisi karbon.

“Jadi, apakah ini bisa diubah menjadi listrik lagi? bisa, menggunakan fuel cells, generator untuk hidrogen,” ujarnya.

Adapun guna mendalami potensi hidrogen ini, PLN bekerja sama dengan Prof. Eniya Listiani Dewi, salah satu pakar hidrogen yang saat ini menjabat sebagai pejabat di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Kolaborasi ini telah berlangsung selama tiga tahun dan menghasilkan peta jalan pengembangan hidrogen di Indonesia, terutama dalam konteks implementasi di sektor energi nasional.

“Nah ini ahlinya adalah Prof. Eniya disini, kebetulan Dirjen-nya Bapak (Menteri ESDM Bahlil Lahadalia). Maka, kami pada waktu itu PLN bersama dengan ahli hidrogen yang terbaik di Indonesia. Waktu itu masih peneliti, Prof. Eniya ini bekerjasama membangun roadmap,” ungkapnya.

 

PLN Sudah kembangkan Hidrogen 

Pembangkit listrik hidrogen. (ilustrasi By AI)
Pembangkit listrik hidrogen. (ilustrasi By AI)... Selengkapnya

Darmawan mengatakan, hal menarik, PLN ternyata sudah memproduksi hidrogen cukup lama, khususnya untuk kebutuhan pendingin di pembangkit listrik mereka. Namun dari total produksi sekitar 200 ton hidrogen, hanya 75 ton yang digunakan. Artinya, sekitar 128 ton hidrogen setiap tahun menjadi kelebihan produksi (excess supply) yang belum dimanfaatkan secara optimal.

“Nah kebetulan di PLN, pembangkit kami itu butuh pendingin. Pendinginnya apa? Hidrogen. Maka kami nyetrum air untuk dapat hidrogen untuk mendinginkan pembangkit kami. Eh, salah hitung. Produksinya 200 sekian ton, yang dipakai 75 ton. 128 tonnya menjadi excess supply,” ujarnya.

Karena kelebihan ini berasal dari proses yang sudah berjalan dan infrastruktur yang sudah tersedia, maka biaya produksinya sangat murah. Bahkan, bisa dikatakan hampir gratis karena tidak memerlukan tambahan investasi untuk pembangkit maupun sistem elektrolisis baru.

PLN mencatat ada sekitar 28 lokasi pembangkit yang memiliki kelebihan pasokan hidrogen. Potensi ini yang kini dimanfaatkan untuk mendukung ekosistem energi baru, khususnya di sektor transportasi berbasis hidrogen.

“Begitu ada excess supply, inilah yang kita gunakan. Dari excess murah ya murah. Karena apa? Excess, capex nya sudah ada, menjadi capex nya pembangkit, operasi sehari-hari ada. Nah, maka kami ada di sekitar 28 lokasi. Itu ada excess supply dari hidrogen,” ujarnya.

 

Lebih Murah dari Bensin, Ramah Lingkungan

PT PLN (Persero) meresmikan pilot project Hydrogen Refueling Station (HRS) atau SPBU Hidrogen Hijau milik PLN Indonesia Power, Rabu (21/2/2024). (Foto: Liputan6.com/Maulandy R)
PT PLN (Persero) meresmikan pilot project Hydrogen Refueling Station (HRS) atau SPBU Hidrogen Hijau milik PLN Indonesia Power, Rabu (21/2/2024). (Foto: Liputan6.com/Maulandy R)... Selengkapnya

Dari sisi efisiensi biaya, hidrogen hasil excess supply PLN memberikan keunggulan signifikan. Untuk menempuh jarak satu kilometer, mobil berbahan bakar bensin rata-rata memerlukan biaya sekitar Rp1.300. Sementara kendaraan listrik dengan pengisian daya di rumah hanya membutuhkan sekitar Rp300/km, dan melalui Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) sekitar Rp550/km.

“Kalau pakai hidrogen dari PLN, karena ini excess supply tidak ada investasi pembangkit, tidak ada investasi elektrolisis, ini hanya Rp550 per kilometer.

Jadi, lebih murah daripada pakai bensin karena hidrogennya setengah gratis gitu. Kalau tidak ya dibuang ke udara,” jelasnya.

Namun ia menekankan bahwa kondisi ini hanya berlaku karena hidrogen yang digunakan merupakan kelebihan produksi. Bila hidrogen diproduksi dari pembangkit energi baru terbarukan (seperti PLTS) dengan tujuan khusus, maka biaya produksinya bisa lebih tinggi dan nyaris menyamai bensin.

“Tetapi kalau kita membangun pembangkit baru PLTS, disimpan dalam bentuk hidrogen, kemudian digunakan lagi, ya beda tipis lah dengan kalau menggunakan bensin, yaitu sekitar Rp1.200-Rp1.300 per kilometer,” pungkasnya.

 

 

 

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya