Liputan6.com, Jakarta - Proyek pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) hingga kini masih belum menunjukkan kemajuan. Masih belum jelasnya pembangunan tersebut memicu kerugian negara mencapai Rp 3 triliun.
Pengamat Pembangunan Nasional Syahrial Loetan menuturkan, kerugian tersebut disebabkan tidak adanya andil perusahaan milik pemerintah atau BUMN, PT Hutama Karya dalam penggarapan proyek yang masuk dalam Masterplan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).
“Dengan tidak menugaskan Hutama Karya sekarang, maka proyek JTTS akan tertunda lebih lanjut yang membuatnya rentan terhadap kenaikan biaya konstruksi dan harga tanah yang diestimasi mencapai Rp 3 triliun per tahun,” ujar Syahrial dalam keterangannya yang dikutip Senin (12/5/2014).
Syarial menjelaskan angka tersebut diolah dari data Badan Pusat Statistik (BPS) dan berbagai sumber, mengasumsikan terjadinya kenaikan total 10%-12% atas biaya konstruksi dan pembebasan lahan. Sehingga potensi kerugian negara bakal membengkak jika implementasi proyek itu tertunda-tunda.
Padahal, JTTS merupakan proyek yang strategis walapun tidak layal finansial namunsecara ekonomi sudah layak. Apalagi, pemerintah tidak mempunyai sumber dana yang cukup untuk sepenuhnyamendanai proyek JTTS. Dan dari semua BUMN yang 100% dimiliki pemerintah dan memenuhi syarat-syarat untuk penugasan, Hutama Karyamempunyai memiliki kapasitas teknis dan finansial terkuat.
“Intinya, penugasan Hutama Karya merupakan langkah strategis untuk menurunkan potensi kerugian negara,” ucap Syahrial.
Selain itu, tertundanya JTTS ini juga menunda pertumbuhan ekonomi Indonesia terutama untuk wilayah Sumatera. Hal itu terlihat dari beberapa manfaat yang timbul jika JTTS terealisasi.
Adapun manfaat JTTS diantaranya adalah peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB), penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan pajak negara dengan bertambahnya aktivitas ekonomi di sepanjang koridor jalan tol serta penurunan biaya logistik.
“Kalau pemerintah masih tetap bertahan untuk tidak segera menjalankan proyek-proyek MP3EI, seperti JTTS, ini berbahaya untuk keuangan dan daya saing negara,” tutupnya. (Yas/Ndw)