SBY Enggan Naikkan Harga BBM Bersubsidi, Ini Risiko Buat Jokowi

Pengamat ekonomi, Faisal Basri menyarankan agar presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak mengulur waktu naikkan harga BBM bersubsidi.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 07 Sep 2014, 14:00 WIB
Diterbitkan 07 Sep 2014, 14:00 WIB
Jokowi
(Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Isu kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi masih menjadi topik hangat di sejumlah kalangan. Pengamat Ekonomi, Faisal Basri menyarankan agar Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) segera mengambil kebijakan penyesuaian harga setelah beberapa bulan dilantik.

Dia menyebut waktu-waktu yang pantang bagi pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) maupun Jokowi untuk menaikkan harga BBM subsidi.

"Bulan Januari, Juli, dan Oktober adalah waktu yang pantang buat naikkan harga BBM karena inflasi saat itu tinggi. Agak menyeramkan," terang dia dalam Diskusi Subsidi BBM : Solusi atau Masalah di Plaza Menteng, Jakarta, Minggu (7/9/2014).

Lebih jauh dijelaskan Faisal, September ini merupakan saat yang ideal bagi pemerintah SBY apabila ingin merealisasikan kebijakan penyesuaian harga BBM subsidi.

Dia memberikan usul besaran kenaikan harga BBM sebesar Rp 1.500 atau Rp 1.800 per liter. "Paling pas naikkan harga Rp 1.800 per liter, karena akan menghemat anggaran subsidi sebesar Rp 55 triliun," ucapnya.

Namun menurut dia, Presiden SBY enggan menaikkan harga BBM subsidi sampai masa pemerintahannya berakhir pada 20 Oktober 2014. Jika langkah ini tetap dipertahankan, Faisal bilang, tugas Presiden Jokowi lah yang harus menyesuaikan harga.

"Seram juga kalau Jokowi naikkan harga seminggu atau beberapa minggu setelah pelantikan. Diharapkan bisa menyesuaikan harga pada Februari 2015 sebesar Rp 3.000 per liter jika Pak SBY tidak menaikkan harga. Jadi harga BBM tahun depan menjadi Rp 9.500 per liter," terang dia.

Dia mengimbau agar Presiden Jokowi tidak mengulur waktu dalam mengambil kebijakan strategis ini. "Kalau misalnya mau naikkan April 2015, kelamaan waktunya, keburu orang-orang pada nimbun dan sebagainya," sambungnya.

Upaya lain untuk menekan anggaran subsidi BBM, tambah Faisal, dengan mematok alokasi anggaran subsidi BBM pada APBN.

"Subsidi BBM harus dipatok misalnya Rp 50 triliun. Ya sudah, kalau nanti ada potensi pembengkakan anggaran, maka risikonya kenaikan harga BBM," tandas dia. (Fik/Ahm)

 

*Bagi Anda yang ingin mengikuti simulasi tes CPNS dengan sistem CAT online, Anda bisa mengaksesnya di Liputan6.com melalui simulasicat.liputan6.com. Selamat mencoba!

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya