Rupiah Bisa Terus Menguat Asal Jokowi Pilih Kabinet yang Tepat

Nilai tukar rupiah sangat bergantung kepada kepercayaan investor asing kepada Indonesia.

oleh Septian Deny diperbarui 22 Okt 2014, 09:00 WIB
Diterbitkan 22 Okt 2014, 09:00 WIB
Ilustrasi Nilai Tukar Rupiah
Ilustrasi Nilai Tukar Rupiah (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) akhirnya bisa keluar dari level Rp 12 ribu per dolar AS setelah Joko Widodo (Jokowi) resmi dilantik menjadi presiden dan bakal menduduki jabatan tersebut hingga lima tahun ke depan.

Ekonom sekaligus Guru Besar Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM), Sri Adiningsih mengatakan, usai pelantikan yang berlangsung pada Senin (20/10/2014) kemarin, rupiah memang terlihat terus menguat, namun penguatan tersebut dinilai tidak akan berlangsung lama jika tidak diimbangi dengan kebijakan yang tepat dari pemerintahan Jokowi.

"Ini tidak akan terus berlangsung tanpa adanya kebijakan yang bagus. Terlebih tappering off pasti akan dilakukan oleh Amerika, karena kebijakan moneternya saat ini bukanlah hal yang normal," ujarnya dalam acara Rotary Club Jakarta Menteng Bussines Dinner Meeting di Hotel Grand Hyatt, Jakarta Pusat, Selasa (21/10/2014).

Selain bergantung pada kebijakan yang akan dibuat, pemilihan susunan menteri yang akan duduk dalam kabinet Jokowi juga dinilai akan sangat mempengaruhi penguatan rupiah. Hal tersebut terjadi karena nilai tukar rupiah sangat bergantung kepada kepercayaan investor asing kepada Indonesia.

"Juga akan sangat tergantung pada tim ekonominya, sehingga akan bisa berkelanjutan walaupun ada volatilitas tetapi ada kepercayaan dan diharapkan ekonomi akan membaik sehingga pertumbuhan ekonomui bisa 7 persen," lanjutnya.

Menurutnya, jika Jokowi bisa melakukan antisipasi terhadap gejolak ekonomi global, maka perekonomian Indonesia bisa tumbuh seperti yang diharapkan dan nilai tukar rupiah juga akan terkoreksi membaik.

"Kalau ada volatilitas tidak mesti kita turun, itu tergantung bagaimana menahkodai. Kalau ekonomi global menurun, tidak harus ekonomi kita juga menurun. Tidak berarti kita harus larut dalam globalisasi. Kita bisa maju berkembang dalam situasi yang volatilitasnya tertekan," tandasnya. (Dny/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya