Petani Tembakau Protes Laporan Iklan Rokok oleh LSM

Berdasarkan riset KNPK, tak ada hubungan langsung iklan dengan orang merokok. Ditemukan bahwa lingkungan yang mempengaruhi perilaku merokok.

oleh Nurmayanti diperbarui 02 Des 2014, 16:01 WIB
Diterbitkan 02 Des 2014, 16:01 WIB
Ilustrasi Pajak Rokok 2 (Liputan6.com/M.Iqbal)

Liputan6.com, Jakarta - Langkah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang melaporkan tujuh stasiun televisi ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dengan alasan menayangkan iklan rokok diluar ketentuan, dinilai berlebihan. Pasalnya, secara prinsip iklan yang diprotes nyata-nyata tak ada hubungannya dengan rokok.
 
Pernyataan ini disampaikan  Koordinator Koalisi Nasional Penyelamatan Kretek (KNPK) Zulvan Kurniawan.

Menurut dia, tayangan iklan tersebut adalah bertemakan beasiswa. Artinya diperbolehkan ditayangkan sebelum pukul 21.30. "Tidak ada pelanggaran di sini karena sudah sesuai ketentuan," tambah Zulvan di Jakarta, Selasa (2/12/2014).
 
Ia menegaskan, berdasarkan riset KNPK, tak ada hubungan langsung iklan dengan orang merokok. Ditemukan bahwa lingkungan yang mempengaruhi perilaku merokok. “Iklan itu cuma soal pengetahuan soal merek rokok. Perilaku sendiri lebih terkorelasi ke lingkungan,” kata dia.

Menurut Zulvan, masyarakat dan pemerintah memang patut melakukan pengawasan dan penegakan aturan. Namun jangan sampai terkesan berlebihan dan malah mematikan industri.

Terlebih saat ini sudah banyak aturan hukum yang membatasi rokok. Belum lagi, maraknya kampanye hitam asing tentang kretek nasional yang bertujuan untuk mematikan ekonomi nasional. “Aturan kita saat ini sebenarnya sudah cukup berat bagi petani tembakau dan industri kecil,” kata dia.

Pengamat hukum tata negara, Margarito Kamis menilai, prinsip hukum paling mendasar adalah, rokok masih dikategorikan barang legal, dan tidak ada satu pun undang-undang yang melarang untuk diperjual-belikan. Karena itu pula, iklan rokok dan promosi rokok adalah konstitusional.  

Margarito menyatakan, pemahaman prinsip ini telah dinyatakan oleh majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Putusan No.71/PUU-XI/2014 dalam sidang terbuka beberapa waktu lalu. Para hakim dalam putusan tersebut menolak permohonan judicial review tentang pasal-pasal yang memperbolehkan iklan rokok.

“Industri rokok berhak mempromosikan produknya, baik dalam bentuk iklan ataupun bentuk lainnya. Dan iklan ini harus dilindungi oleh undang-undang," terang Margarito.

Sebelumnya, Koalisi Masyarakat untuk Perlindungan Anak dari Zat Adiktif melaporkan tujuh stasiun televisi ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Senin (1/12/2014).

Ketujuh stasiun TV itu dianggap melanggar ketentuan karena telah menyiarkan iklan beasiswa pendidikan yang didukung industri rokok pada pukul 21.30-05.00.(Nrm)

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya