Penyeragaman Kemasan Rokok Potensi Memperparah Ekonomi Nasional

Industri tembakau Indonesia menyerap sekitar 6 juta tenaga kerja dalam rantai nilai yang panjang. Mulai dari petani, buruh pabrik, pedagang, hingga pelaku industri kreatif.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana Diperbarui 14 Apr 2025, 09:00 WIB
Diterbitkan 14 Apr 2025, 09:00 WIB
Bungkus Rokok atau Kemasan Rokok
Industri tembakau termasuk dalam salah satu industri asli Indonesia yang umurnya sangat panjang dan harus dilindungi dari intervensi kepentingan asing. Ilustrasi Foto Kemasan Rokok (iStockphoto)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - DPR RI mengkritisi langkah Kementerian Kesehatan (Kemenkes), yang berupaya menyusupkan kebijakan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes).

Kebijakan ini mengadopsi aturan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang diinisiasi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Lamhot Sinaga menegaskan, Indonesia tidak meratifikasi dan telah konsisten menolak FCTC karena mengancam industri tembakau nasional.

"Terkait wacana penyeragaman kemasan rokok (tanpa identitas merek) dalam Rancangan Permenkes yang diambil dari aturan FCTC yang telah berlaku di beberapa negara, tentu saya tidak sepakat. Dari segi industri, ini tentu tidak menguntungkan," tegasnya, Senin (14/4/2025).

Menurut dia, Presiden Prabowo Subianto saat ini tengah fokus memperbaiki ekonomi nasional dengan mendorong pembukaan lapangan kerja.

Memaksakan Aturan 

Namun, upaya Kemenkes memaksakan aturan yang bersumber dari organisasi internasional yang sedang berpolemik itu, berpotensi memperparah ketidakstabilan ekonomi nasional. Jika penyeragaman kemasan rokok diterapkan, Lamhot menilai ada elemen industri pendukung yang hilang dari rantai besar industri tembakau yang menyerap banyak tenaga kerja di Indonesia.

Fakta menunjukkan, industri tembakau Indonesia menyerap sekitar 6 juta tenaga kerja dalam rantai nilai yang panjang. Mulai dari petani, buruh pabrik, pedagang, hingga pelaku industri kreatif. Aturan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek yang bersumber dari FCTC justru akan memukul seluruh mata rantai ini dan berpotensi memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di tengah kondisi ekonomi yang masih rentan.

"Industri ini memiliki kontribusi signifikan terhadap perekonomian negara," ungkap dia.

Umur Panjang 

Lamhot mengingatkan, industri tembakau termasuk dalam salah satu industri asli Indonesia yang umurnya sangat panjang dan harus dilindungi dari intervensi kepentingan asing. Terutama kaitannya dengan campur tangan dalam kebijakan nasional, yang dapat mengancam kedaulatan negara.

Ia menyatakan ketidaksepakatan jika Indonesia berkiblat pada FCTC. Terlebih, Indonesia sebagai negara berdaulat dan pemerintahan Prabowo telah menetapkan Asta Cita yang memiliki aturan sendiri, menyesuaikan dengan kondisi lokal.

"Indonesia membutuhkan kebijakan pengendalian tembakau yang bijak, yang menyeimbangkan segala aspek. Termasuk perlindungan terhadap industri nasional dan lapangan kerja. Bukan kebijakan yang hanya mengejar kepentingan asing dan mengorbankan kedaulatan bangsa," urainya.

"Indonesia tidak bisa diintervensi dari negara manapun untuk meratifikasi FCTC atau tidak," pungkas dia.

Petani Tembakau Curiga Asing Intervensi Aturan Kemasan Rokok Polos

Bungkus Rokok atau Kemasan Rokok
Ilustrasi Foto Kemasan Rokok (iStockphoto)... Selengkapnya

Sebelumnya, Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) mengaku resah dengan adanya intervensi pihak asing dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), yang memuat soal kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek.

Dugaan muncul bahwa Rancangan Permenkes tersebut mengadopsi agenda asing melalui Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang disusun oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Sekretaris Jenderal DPN Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Kusnadi Mudi, menilai terdapat intervensi asing yang bermaksud mengacak-acak keberlangsungan pertanian tembakau nasional.

Keluhan itu muncul akibat langkah Kemenkes yang secara tidak langsung mengadopsi pasal-pasal FCTC dalam Rancangan Permenkes, seperti munculnya wacana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek. Padahal, Indonesia sama sekali tidak meratifikasi aturan asing tersebut.

"Indonesia sebagai negara berdaulat dan mandiri, seharusnya tidak perlu mengikuti aturan dan campur tangan asing dalam mengelola komoditas andalannya," kata Mudi, Kamis (27/2/2025).

Menurut dia, niatan kelompok-kelompok tertentu seperti LSM anti-tembakau yang terus mendorong Indonesia untuk meratifikasi FCTC, tidak sesuai dengan kondisi ekosistem pertembakauan nasional. Dimana sektor ini telah menjadi sumber penghidupan bagi sekitar 6 juta tenaga kerja, mulai dari hulu sampai hilir.

Industri tembakau merupakan industri prioritas padat karya yang menggerakan ekonomi nasional serta melibatkan berbagai unsur mulai dari petani, manufaktur, rantai distribusi, ritel, hingga ekspor.

"Kami berharap Presiden Prabowo Subianto dapat melihat dan menyadari dorongan ratifikasi FCTC yang diadopsi melalui berbagai aturan yang restriktif di Rancangan Permenkes. Aturan-aturan tersebut tidak sesuai dengan kompleksitas ekosistem pertembakauan di dalam negeri," ungkapnya.

Tolak Upaya Menghancurkan Kedaulatan Negara

Bungkus Rokok atau Kemasan Rokok
Ilustrasi Foto Kemasan Rokok (iStockphoto)... Selengkapnya

Di sisi lain, ia meminta pemerintah untuk menolak semua bentuk gerakan dan konspirasi dari mana pun yang berupaya menghancurkan kedaulatan negara. Termasuk rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek.

Lebih lagi, dalam pidato politik Prabowo menyinggung tentang kesejahteraan petani yang harus dijaga harkat dan martabatnya.

"Patut diingat, tembakau sebagai komoditas memiliki sejarah panjang serta dapat menggerakkan perekonomian sesuai dengan Asta Cita Bapak Presiden Prabowo yang ingin mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada pangan, meningkatkan lapangan kerja yang berkualitas, mendorong kewirausahaan untuk pemerataan ekonomi, pemberantasan kemiskinan," tegasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya