Rupiah Jeblok, RI Bakal Jungkir Balik Hadapi Pasar Bebas ASEAN

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS semakin tertekan hingga tembus Rp 12.400 menjelang akhir pekan lalu.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 15 Des 2014, 07:40 WIB
Diterbitkan 15 Des 2014, 07:40 WIB
Rupiah
Rupiah (Antara Foto)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) semakin tertekan hingga tembus Rp 12.400 menjelang akhir pekan lalu. Dengan kondisi tersebut memicu kekhawatiran bahwa Indonesia akan pontang panting menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tahun depan.

Pengamat Valas, Farial Anwar memproyeksikan tren pelemahan kurs rupiah masih akan terjadi hingga akhir tahun ini mengingat peluang penguatan sangat kecil. Dia memprediksi, kurs rupiah di akhir 2014 bergerak di kisaran Rp 12.250-Rp 12.400 per dolar AS.

"Tren pelemahan masih berlangsung sampai akhir 2014, karena siapa yang mau lepas dolar AS di saat nilainya yang tinggi, sementara permintaan (dolar) meningkat karena impor barang," tegas dia kepada Liputan6.com, Jakarta, seperti ditulis Senin (15/12/2014).

Menurut Farial, pelemahan nilai tukar rupiah dapat menjadi masalah bagi Indonesia saat memasuki MEA 2015. Pasalnya, lanjut dia, negara ini akan mendapat serbuan barang-barang impor dari negara tetangga. Sedangkan volume maupun nilai ekspor Indonesia masih stagnan.

"Kita akan semakin pontang panting saat masuk era MEA. Kurs kita bisa semakin bermasalah, karena impor pasti lebih besar, sementara ekspor nggak meningkat. Jadi saya nggak terlampau optimistis dengan kurs kita di tahun depan," terangnya.  

Terkait pendapat barang produksi Indonesia akan semakin kompetitif apabila rupiah melemah, Farial membantah. Dia menjelaskan, pelemahan nilai tukar rupiah akan berpengaruh terhadap tingkat bunga perbankan akibat penyesuaian suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate).

"Kalau BI Rate naik, bagaimana kita bisa kompetitif. Dari sisi pendanaan saja, tingkat bunga kita paling mahal di antara negara ASEAN lain. Suku bunga acuan Singapura 0,19 persen, dan Thailand, Filiphina, Korea jauh di bawah kita," tegas dia.  

Lebih jauh Farial menambahkan, pergantian pemerintahan pun tak sanggup mengangkat rupiah ke level yang lebih baik. Hal itu terjadi karena regulator dan pemerintah menganggap kondisi ini normal. Menurutnya, perbaikan kurs rupiah justru sangat penting supaya tidak mengganggu perekonomian Indonesia.

"Caranya implementasikan penggunaan transaksi rupiah di Indonesia, ada aturan tegas supaya eksportir memarkir devisanya di sini, bukan di Singapura, dan sebagainya," saran dia. (Fik/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya