Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan rancangan revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi sudah masuk tahap finalisasi.
"Kami sampaikan PR besar tahun ini adalah Undang-undang Migas, itu ingin kami dorong. Bakal ada workshop di Bandung memfinalisasi draft," kata Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said di Jakarta, Jumat (13/3/2015).
Baca Juga
Sudirman menyebutkan, poin-poin penting yang akan disertakan dalam Undang-undang Migas tersebut. Poin pertama diarahkan untuk memperbaiki iklim investasi. "Karena migas dianggap bukan lagi sektor yang atraktif di Indonesia," tutur Sudirman.
Advertisement
Poin kedua, pihaknya memastikan status kelembagaan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Sejauh ini dalam diskusinya menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) khusus yang diberikan kewenangan kuasa pertambangan.
"Kenapa jadi BUMN supaya ada pemerintahnya. Supaya ada neraca kinerja terukur, dan supaya ada pengawasnya karena ada komisaris," ungkap Sudirman.
Poin ketiga, pemerintah ingin memperjelas arah perusahaan minyak nasional (National Oil Company/NOC). Karena itu harus menjadi juara andalan nasional baik untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri maupun pemain global.
"Pertamina dan mungkin PGNÂ tidak boleh ragu-ragu. Kami ingin mendorong Pertamina," jelasnya.
Poin keempat, Pemerintah juga mendukung dan mendorong Pertamina menjadi perusahaan kompetitif. Hal itu mengingat semakin hari suplai bahan bakar dan migas semakin besar disebabkan pertumbuhan penduduk.
"Pertamina sebagai pemain utama harus kompetitif. Kalau tidak, walaupun Pertamina diberi kesempatan, kedatangan para pemain akan menjadi tantangan," tambahnya.
Poin kelima yaitu keinginan merekonstruksi cara pandang baru terhadap migas. Lantaran, migas dulu selalu menjadi andalan penerimaan negara. Saat ini migas harus mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Maknanya, harus ada policy yang sifatnya jangka panjang. Kalau jadi penerimaan negara, maka manfaatnya cepet diambil, pajak, royalti, segala macam. Tapi kalau jadi pertumbuhan,mungkin harus ada yang dikorbankan untuk tujuan jangka panjang," pungkasnya. (Pew/Ahm)