Liputan6.com, Jakarta - Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat hingga ke level lebih dari Rp 13 ribu memberikan dampak kepada industri tahu dan tempe di dalam negeri.
Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) Aip Syarifuddin mengatakan, hal ini karena sebagian besar pasokan kedelai sebagai bahan baku pembuatan tahu dan tempe masih berasal dari impor.
"Dari kebutuhan kedelai kita, kira-kira 80 persennya masih dari impor," ujarnya di Jakarta, Jumat (13/3/2015).
Dia menjelaskan, secara total, kebutuhan kedelai di dalam negeri mencapai 2,5 juta ton per tahun. Sedangkan produksi kedelai lokal rata-rata hanya sekitar 500 ribu ton per tahun.
"Jadi kebutuhan kita 2,5 juta ton per tahun, impor kita 2 juta ton karena prodksi lokal hanya 500 ribuan ton. Dari jumlah itu, kebutuhan untuk pengrajin tempe tahu sebesar 1,8 juta ton per tahun," lanjut dia.
Dengan nilai tukar rupiah yang terus melemah seperti saat ini, Aip menyatakan produsen tahu tempe mulai khawatir harga bahan baku kedelai ini akan naik sehingga memberatkan para produsen.
"Dampaknya jelas, dengan dolar diatas Rp 13 ribu, kita khawatir betul karena harga akan naik. Ini sudai mulai terasa. Harga kedelai di pasaran kan sudah berkisar Rp 9 ribu-Rp 11 ribu per kg," tandasnya.(Dny/Nrm)