Harga BBM Diusulkan Berubah 6 Bulan Sekali, Ini Kata Menko Sofyan

Beban yang harus ditanggu oleh masyarakat jika penyesuaian harga BBM dilakukan enam bulan sekali akan bertambah berat.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 30 Mar 2015, 14:36 WIB
Diterbitkan 30 Mar 2015, 14:36 WIB
Pemerintah Keluarkan Paket Kebijakan Ekonomi untuk Perkuat Rupiah
Menko Perekonomian Sofyan Djalil memberi keterangan pers usai menghadiri rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (16/3/2015). Pemerintah mengumumkan paket kebijakan ekonomi untuk memperkuat nilai tukar rupiah. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil menjelaskan, penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) setiap enam bulan sekali akan menambah berat beban masyarakat jika dibanding dengan penyesuaian harga BBM dua kali dalam satu bulan. Selain itu, rugi yang dibukukan PT Pertamina (Persero) juga akan semakin banyak jika penyesuaian harga dilakukan dalam enam bulan sekali.

"Berbahaya kalau evaluasi harga BBM enam bulan sekali. Bahayanya kalau harga turun masyarakat terlalu banyak membayar selisihnya. Lalu kalau harga naik lama sekali, siapa yang akan menanggung? Ini kan sudah tidak ada subsidi," jelas Sofyan di kantornya, Jakarta, Senin (30/3/2015).

Dia mencontohkan, harga BBM saat ini adalah Rp 7.400 per liter. Jika suatu saat harga naik dan pemerintah mengevaluasi setiap setengah tahun sekali, maka harga jual BBM yang akan ditanggung masyarakat akan mengalami kenaikan cukup besar dibanding evaluasi per dua minggu.

"Kalau dievaluasi per dua minggu sekali, paling naiknya cuma Rp 100 per liter atau Rp 200 per liter. Tapi kalau 6 bulan sekali, bisa jadi besar kenaikannya," tegasnya.



Sofyan mengaku, kali ini pemerintah tidak melepas seluruhnya harga BBM di harga keekonomian. Pasalnya, pemerintah akan kembali mengevaluasi harga BBM pada pertengahan April 2015 dengan tetap mempertimbangkan pendapatan PT Pertamina supaya tidak merugi.

"Kalau harga stabil tidak perlu adjustment. Jika harga naik dan turun, harus disesuaikan, sehingga masyarakat bisa membayar pada harga keekonomian," ujar dia.

Sebelumnya, Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada (UGM) Anthonius Tony Prasetiantono mengusulkan agar perubahan harga BBM dilakukan setiap 6 bulan sekali. 

Menurut Tony, saat ini pasar selalu gonjang-ganjing karena kebijakan perubahan BBM itu. Sementara saat harga BBM turun, para pengusaha tak menurunkan harga barang yang sudah telanjur naik. "Saya usul enam bulan sekali. Kalau tiga bulan, terlalu cepat. Satu tahun terlalu lama," ucapnya. (Fik/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya