Pemprov Papua Tolak Perpanjangan Kontrak Karya Freeport

Pemerintah pusat tidak melibatkan Pemprov Papua dalam negosiasi perpanjangan kontrak Freeport.

oleh Katharina Janur diperbarui 07 Mei 2015, 11:21 WIB
Diterbitkan 07 Mei 2015, 11:21 WIB
Tambang Freeport
Ilustrasi Pertambangan (Foto:Antara)

Liputan6.com, Jayapura - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua menolak perpanjangan kontrak karya PT Freeport Indonesia (PT FI). Sebab, pemerintah pusat tak melibatkan Pemda Papua dan masyarakat pemilik hak ulayat tanah areal PT FI untuk perpanjangan kontrak karya perusahaan tambang emas terbesar di dunia itu.

Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Papua, Bangun Manurung menuturkan kontrak karya Freeport akan berakhir 2021. Namun negosiasi perpanjangan kontrak tambang itu telah dilakukan pemerimtah hingga tahun 2041, tanpa melibatkan pembicaraan kepada pemerintah setempat.

Bahkan menurut Manurung, seharusnya pembicaraan kontrak karya dilakukan pada 2019 atau dua tahun sebelum kontrak berakhir 2021 yang akan tertuang dalam MoU yang ditandatangani sebelum masa kontrak karya berakhir.

“Indonesia dan Freeport tanpa melibatkan Pemprov Papua sebagai dan masyarakat adat telah melakukan renegosiasi, sehingga Gubernur Papua menolak adanya MoU perpanjangan kontrak karya tambang itu,” urai Manurung.

Apalagi renegosiasi ini jelas bertentangan dengan Undang-undang (UU) Minerba Nomor 4 Tahun 2009 dan Freeport seharusnya lebih mengutamakan apa yang menjadi kewajibannya, sebab sangat riskan bagi pemerintah apabila melakukan sesuatu tindakan yang menentang UU.

“Presiden Jokowi pasti tidak akan setuju dengan adanya hal ini, sebab akan memberikan dampak terhadap pemerintahannya,” jelasnya.

Dia  juga menuding adanya oknum tertentu di Jakarta yang memanfaatkan situasi ini dan tidak jelas motifnya. Sebab dalam rapat perpangajangan kontrak karya Freeport juga menyepakati sejumlah poin lain.

Pertama, Freeport berjanji akan membangun pabrik pemurnian atau smelter mineral emas di Gresik, Jawa Timur, dengan nilai investasi US$ 2,3 miliar.

Kedua, perusahaan tembaga, emas, dan perak ini di Grasberg, Papua, juga bersedia menaikkan royalti dari yang berlaku saat ini cuma 1 persen menjadi 3,75 persen. Namun, Freeport meminta agar kenaikan royalti ini berlaku setelah perpanjangan kontrak atau pada 2021.

Ketiga, Freeport juga setuju melakukan divestasi saham sebesar 30 persen kepada Pemerintah Indonesia, pemerintah daerah, dan BUMN ataupun BUMD, sesuai aturan yang berlaku. Keempat, Freeport juga menjamin penggunaan tenaga kerja lokal dan produk dalam negeri hingga 100 persen.

Terakhir, Freeport juga setuju atas pengurangan areal wilayah pertambangan dari 212.950 hektare (ha) menjadi 125 ribu ha. (Katharina Janur)

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya