Tarif Listrik Turun Dongkrak Daya Saing Industri RI

Kemenperin berkoordinasi dengan Kementerian ESDM, BPH Migas dan PLN mengatasi solusi biaya energi tinggi untuk industri.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 23 Jul 2015, 14:47 WIB
Diterbitkan 23 Jul 2015, 14:47 WIB
Tiap Jumat, Para Menteri Minum Jamu Bersama
Menteri Perindustrian Saleh Husin memberikan sambutan saat acara minum jamu bersama di gedung Kementerian Perindustrian, Jakarta Jumat (16/1/2015). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perindustrian, Saleh Husin menyatakan tarif listrik turun dapat meningkatkan daya saing sektor industri Indonesia.  Saleh mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan regulator yang mengatur harga energi yaitu Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Badan Pengatur Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) dan PT PLN (Persero).

"Kami berkoordinasi dengan kementerian terkait, baik ESDM, BPH Migas, PLN membicarakan tentang biaya energi dari industri," kata Saleh di Kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta, Kamis (23/7/2015).

Saleh menuturkan, harga energi di Indonesia yaitu listrik dan gas masih mahal ketimbang negara tetangga, sehingga membuat sektor industri Indonesia tidak mampu berkompetisi. "Baik listrik dan gas, bahwa untuk industri biaya-biaya ini dengan negara-negara tetangga jauh lebih tinggi," tutur Saleh.

Ia menginginkan, penurunan Tarif Tenaga Listrik (TTL) untuk meningkatkan persaingan industri dalam negeri. "Kami menginginkannya seperti itu (penurunan tarif), agar biayanya bisa bersaing dengan negara-negara tetangga, khusus industri," kata Saleh.

Sebelumnya kenaikan tarif tenaga listrik membebani sejumlah industri. Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menyebut 18 perusahaan tekstil gulung tikar sepanjang periode Januari sampai saat ini karena tidak kuat menanggung kenaikan tarif tenaga listrik. Sebanyak 30 ribu orang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Ketua API, Ade Sudrajat mengungkapkan, ‎biaya operasional semakin bengkak karena TDL mengalami kenaikan karena saat ini tarifnya mengikuti mekanisme pasar. Jika diurutkan, tarif listrik merupakan komponen terbesar kedua setelah bahan baku yang mencapai 18 persen sampai 26 persen.

"Kalau listrik naik dan harganya kayak yoyo terus atau turun naik, listrik bukan lagi jadi agen pembangunan tapi komoditas masa depan. Dengan kenaikan tarif listrik, ada 18 perusahaan yang tutup di Pulau Jawa dari Januari lalu hingga sekarang," tutur Ade. (Pew/Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya