Tantangan Pemerintah Jalankan Program Nawacita

Salah satu komitmen pemerintah melaksanakan visi misi Nawacita dengan alokasi dana desa lebih besar untuk bangun Indonesia.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 15 Sep 2015, 16:06 WIB
Diterbitkan 15 Sep 2015, 16:06 WIB
Jokowi memamerkan cincin batu Nawacita (Ilyas Istianur P/Liputan6.com)
Jokowi memamerkan cincin batu Nawacita (Ilyas Istianur P/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Visi misi Nawacita Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai sudah mulai dirasakan rakyat. Hal itu ditunjukkan dari kinerja pemerintah kabinet kerja sudah mulai terlihat.

Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Atmajaya, A. Prasetyantoko mengatakan dalam sebuah penelitian menunjukkan kalau kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan Presiden Jokowi merosot pada April-Juli 2015. Akan tetapi, kondisi tersebut berubah kini.

"Dari 1 April hingga Juli merosot terus. Kemudian kembali naik pada Juli," kata Prasetyantoko, dalam sebua diskusi berhadap pada RAPBN Nawacita, di Kawasan Tebet, Jakarta, Selasa (15/9/2015).

Ia mengatakan, peningkatan tersebut karena program pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat telah berdampak positif."Hal-hal positif berhasil mengatasi ketimpangan sosial, pemberdayaam masyarakat desa, revitalisasi pasar tradisional, lambat tapi pasti dan meskipun tidak linear nampaknya mulai menunjukkan kinerjanya," ujar Prasetyantoko.

Ia menambahkan, salah satu bentuk komitmen pemerintah dalam melaksanakan visi misi Nawacita membangun Indonesia adalah alokasi dana desa yang lebih besar dari sebelumnya. Bahkan anggaran dana desa lebih besar ketimbang belanja Kementerian/Lembaga pada tahun depan.

"Apa yang konkret, dana desa meningkat signifikan. Iini ditangkap masyarakat soal komitmen Presiden dalam Nawacita dirasakan beberapa hal," kata Prasetyantoko.

Selain itu, ia mengingatkan pemerintah juga perlu mewaspadai empat tantangan terbesar berasal dari dari luar dan dalam untuk menjalankan visi misi Nawacita. Pertama, pertumbuhan ekonomi China yang saat ini sulit berkembang. Hal itu berdampak pada ekonomi global dan negara berkembang seperti Indonesia.

"Soal China, sulit sekali untuk memproyeksikan yang terjadi pada China karena statistik sulit untuk dipercaya. Secara resmi 7 persen mungkin saja 5 persen. Kalau China 5 persen implikasinya terhadap global sangat signifikan," kata Prasetyantoko.

Ia melanjutkan,  perbaikan ekonomi secara global saat ini masih sangat sulit sehingga sangat mengganggu. Kedua, rencana kenaikan tingkat suku bunga oleh bank sentral Amerika Serikat akan mempengaruhi perekonomian global.

"Bank sentral AS kalau September ini tidak menaikkan suku bunganya, maka paling awal tahun depan," ujar Prasetyantoko.

Kalau tantangan dari dalam negeri, Prasetyantoko mengatakan masih dari penyusunan anggaran. "Anggaran ini tantangan paling riil. Anggaran ini tidak pernah direfleksikan dengan baik," kata Prasetyantoko. (Pew/Ahm)

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya