AS dan China Terlibat Konflik, RI Mampu Jadi Penengah

AS menekan China untuk menghentikan reklamasi pulau di Laut China Selatan yang sedang menjadi sengketa.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 16 Sep 2015, 13:56 WIB
Diterbitkan 16 Sep 2015, 13:56 WIB
Foto peta Indonesia
(Foto: Glasslewis)

Liputan6.com, Jakarta - Sebagai negara kepulauan, Indonesia terkenal dengan jalur maritim yang strategis. Negara ini selalu memposisikan diri sebagai penengah yang mengutamakan perdamaian di sektor kemaritiman, menjaga netralitas dari negara-negara yang terlibat konflik laut.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal Ramli mengungkapkan, Amerika Serikat (AS) dan China merupakan dua negara dengan kekuatan ekonomi besar sehingga mampu mengembangkan sektor maritim. Dua negara ini, lanjutnya, sedang terlibat konflik terkait Laut China Selatan‎.

"Dulu, pengaruh Amerika sangat besar di kawasan ASEAN, tapi semakin besarnya China, ikut membawa pengaruh besar di dalam bidang maritim. Kita tidak mau terjepit oleh dua negara yang berkompetisi ini," tegas dia usai menghadiri Simposium Keamanan Maritim Internasional di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (16/9/2015).

Posisi Indonesia, ‎kata Rizal, mementingkan perdamaian dan mendorong netralitas di kawasan ASEAN serta Asia Pasifik. Negara ini, sambungnya perlu memanfaatkan zona damai dan mengambil peranan aktif untuk menciptakan perdamaian. Tak lupa, mengajak semua negara berkekuatan besar dalam mendorong perdamaian dunia, termasuk di sektor kemaritiman.

"Dimulai dengan Angkatan Laut, karena penting sekali jika terjadi sesuatu di lapangan atau di laut, maka ujung tombaknya adalah Angkatan Laut," paparnya.

Seperti diketahui, AS menekan China untuk menghentikan reklamasi pulau di Laut China Selatan yang sedang menjadi sengketa. Konflik ini bermula dari klaim China bahwa hampir seluruh‎ kawasan di Laut China Selatan adalah wilayahnya, sehingga mengakibatkan sengketa dengan negara-negara tetangga.

AS sebenarnya bukan negara yang ikut bersengketa atas wilayah Laut China Selatan. Tapi AS merasa terusik setelah China mengklaim hal tersebut. (Fik/Gdn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya