Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mampu ditutup menguat pada perdagangan menjelang akhir pekan ini. Berdasarkan data Bloomberg, rupiah berada di level 13.412 per dolar AS dari pembukaan pagi di kisaran 13.595 per dolar AS.
Mengutip Bloomberg, bahkan rupiah menguat sekitar 475 poin menjadi 13.412 per dolar AS pada penutupan perdagangan Jumat 9 Oktober 2015 dari posisi Kamis 8 Oktober 2015 di level 13.887 per dolar AS.
Berdasarkan data kurs tengah Bank Indonesia (BI), rupiah menguat 288 poin menjadi 13.521 per dolar Amerika Serikat (AS) pada 9 Oktober 2015 dari posisi 13.809 per dolar AS pada 8 Oktober 2015. Selama sepekan, ini, kurs tengah BI telah menguat 7,5 persen. Rupiah sempat berada di kisaran 14.604 per dolar AS menjadi 13.521 per dolar AS pada Jumat 9 Oktober 2015.
Advertisement
Analis PT Bank Danamon Tbk Dian Eka Ayu menuturkan, penguatan mata uang tidak hanya terjadi untuk rupiah tetapi juga regional. Hal itu membuat persepsi sudah membaik di pasar.
Saat ini dolar Amerika Serikat (AS) juga cenderung melemah terhadap sejumlah mata uang karena sentimen ekspektasi kenaikan suku bunga bank sentral AS atau The Federal Reserve pada 2015 memudar. Pelaku pasar berspekulasi bank sentral AS menunda kenaikan suku bunga pada 2016 yang ditunjukkan dari hasil rilis pertemuan bank sentral AS pada 16-17 September 2015. Sentimen itu membuat dolar AS melemah terhadap sejumlah mata uang.
"Bank sentral AS menunjukkan kalau masih kuatir dengan laju inflasi AS sehingga membuat investor mau ambil risiko berinvestasi di negara berkembang," ujar Dian saat dihubungi Liputan6.com, Jumat (9/10/2015).
Ia mengatakan, rupiah menguat terhadap dolar AS juga didukung dari sentimen internal. Pertamina dikabarkan mulai mengurangi penggunakan dolar AS cukup besar juga membantu penguatan rupiah. Dian menambahkan, pelaksanaan rights issue atau penawaran umum terbatas PT HM Sampoerna Tbk mencapai Rp 20 triliun juga menambah aliran dana masuk ke Indonesia.
"Pasar valuta asing membaik dengan suplai dolar AS cukup besar," kata Dian.
Dian juga menilai langkah Bank Indonesia (BI) untuk menjaga rupiah cukup baik. Meski cadangan devisa turun US$ 3,6 miliar menjadi US$ 101,7 miliar pada akhir September 2015, Dian menilai hal itu masih wajar.
"Pada September ada sejumlah tekanan untuk kebutuhan dolar AS karena pembayaran utang dan impor. BI tetap di pasar untuk intervensi tetapi terbatas. Masih bisa diukur," kata Dian.
Karena itu, Dian menilai, langkah BI sudah cukup bagus. Karena itu, ia mengatakan jangan sampai BI masuk untuk intervensi ketika sentimen masih negatif. Menurut dia, hal itu percuma karena dapat membuang devisa.
"Peluang itu ketika sentimen membaik, langsung ikut masuk ke pasar. Jadi pelaku pasar yang memegang dolar melihat rupiah juga sudah menguat sehingga mereka melepas dolar AS. Jadi BI masuk di momen yang tepat," ujar Dian.
Meski demikian, Dian mengingatkan masih ada sejumlah risiko yang dihadapi yaitu rencana kenaikan suku bunga AS. Karena itu, Dia mengatakan, pemerintah dapat menjaga konsistensi dengan sejumlah paket kebijakan yang sudah dikeluarkan. Lalu menjaga komunikasi dengan pelaku pasar untuk membentuk persepsi positif untuk Indonesia.
"Hingga akhir tahun diperkirakan rupiah dapat bergerak di kisaran 13.500-14.000 per dolar AS," kata Dian. (Ahm/Igw)