Masalah Freeport, Pemerintah Harus Tunduk ke UU Minerba

Ketidakpatuhan terhadap Undang-Undang Minerba terbukti pada kelonggaran ekspor konsentrat yang diberikan pemerintah ke Freeport Indonesia.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 17 Nov 2015, 18:49 WIB
Diterbitkan 17 Nov 2015, 18:49 WIB
Tambang Freeport
Ilustrasi Pertambangan (Foto:Antara)

Liputan6.com, Jakarta - Masalah perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia terus menjadi isu yang hangat. Ketua Komisi VII Kardaya Warnika menilai carut marut dalam proses perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia disebabkan oleh ketidak patuhan pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara.

Kardaya mengatakan, ketidakpatuhan terhadap Undang-Undang Minerba terbukti pada kelonggaran ekspor konsentrat yang diberikan pemerintah ke PT Freeport Indonesia.

"Tapi begini, yang jelas bahwa kondisi Freeport ini kaitan sama UU karena UU tidak dipatuhi. Misalkan mengatakan bahwa setelah 2014 bilang tidak boleh eskpor konsentrat, tapi diekspor kan bertentangan dengan Undang-Undang," kata Kardaya, usai menghadiri Konferensi Nasional Tata Kelola Sumberdaya Ekstraktif, di kawasan Tugu Tani Jakarta, Selasa (17/11/2015).


Kardaya melanjutkan, pelanggaran Undang-Undnag Minerba selanjutnya adalah proses renegosasi kontrak yang molor dari target. Dalam Undang-Undang renegosasi kontrak rampung setelah satu tahun diundangkan, namun dalam kenyataanya lebih dari satu tahun.

"Undang-Undang mengatakan bahwa negosiasi dilakukan hanya satu tahun setelah 2009. Jadi 2009 sampai 2010, berdasarkan Undang-Undang tidak ada negosiasi-negosiasi. Kalau ada berarti ilegal," ungkapnya.

Kardaya menegaskan, ‎untuk perpanjangan masa operasi Freeport Indonesia setelah habis kontrak seharusnya paling cepat diajukan 2 tahun sebelum kontrak habis, jika lebih cepat dari waktu yang ditentukan tersebut seharusnya pemerintah tidak melayani.

"Nah kalau perpanjangan, kalau minta perpanjangan boleh tapi 2 tahun sebelum berhenti. Kalau sebelum 2 tahun ada yang minta perpanjangan ya seharusnya tidak diladenin. Yang lain-lain. Jadi ya kalau Undang-Undangnya tidak dijalankan," paparnya.

Terkait dengan aksi pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla oleh seorang angota DPR yang meminta saham Freeport Indonesia dengan imbalan kelancaran proses perpanjangan masa operasi. Kardaya mengaku tidak mengetahui.

"Dugaanya sudah kemarin disampaikan tapi kita lihat bahwa kita harus liat secara keseluruhan apa yang terjadi, saya tidak mengacu itu bener atau tidak saya tidak tahu," pungkasnya. (Pew/Gdn)

 
 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya