Liputan6.com, Jakarta - Indonesia segera menuju babak baru, era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan dimulai pada akhir tahun ini. Di era perdagangan bebas ini, Indonesia harus bersaing dengan negara lain, utamanya Thailand, Vietnam, Myanmar, Laos dan Kamboja.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS), Sasmito Hadi Wibowo mengungkapkan, musuh utama Indonesia di lingkungan ASEAN adalah Thailand. Ini disebabkan oleh berbagai produk yang dihasilkan kedua negara mempunyai kesamaan.
Baca Juga
"Yang paling kelihatan dan perlu kita khawatirkan adalah Thailand, karena produk-produk kita serupa. Namun yang perlu diwaspadai juga Vietnam, Myanmar, Laos dan Kamboja‎. Thailand bisa membanjiri Indonesia dengan produk pertanian dan industri dengan harga relatif lebih murah," ujar Sasmito saat di temui di Gedung BPS, Jakarta, Selasa (1/12/2015).
Advertisement
Baca Juga
Ia mengatakan, Thailand memungkinkan membangun industri di Indonesia dengan mendatangkan tenaga kerja asal negaranya guna menekan ongkos produksi. Dengan begitu, produk Thailand dapat dijual lebih murah. Â
"‎Selama ini neraca perdagangan kita masih defisit banyak dengan Thailand. Jadi kita perlu imbangi defisit ini dengan produk-produk dari Indonesia yang punya kualitas dan kreativitas supaya bisa survive," jelas dia.
Sasmito menuturkan, kunci Indonesia dapat memenangkan persaingan dengan Thailand adalah menggempur pasar Negeri Gajah Putih dengan produk dalam negeri dan harga terjangkau.
Indonesia, kata dia, juga harus menciptakan produk berkualitas yang memiliki keunikan. Salah satunya mengekspor buah-buahan dan produk makanan turunan ke Thailand.
"Produk pertanian Thailand itu cenderung spesialisasi, mangga itu-itu saja, durian montong doang. Sebenarnya mangga dia tidak enak, jadi kita bisa kirim mangga lain, seperti harum manis atau manalagi karena variasi kita banyak. Coba ekspor kripik, produk otomotif misalnya Xenia, Innova, karena kita paling jago di model. Tugas kita membangun selera produk Indonesia kepada masyarakat Thailand," tutur Sasmito. (Fik/Ahm)*