Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah mengaku tak khawatir dengan berlangsungnya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Alasannya, sebelum MEA pun Indonesia telah terbiasa dengan perdagangan bebas.
Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian, Syarif Hidayat mengatakan, sebelum MEA berlangsung di akhir 2015 nani, Indonesia telah ikut dalam beberapa kerjasama perdagangan internasional.
"Kalau terkait perdagangan barang sudah dimulai tahun 2010 lalu dan saat ini 90 persen sudah bebas dan terus bertambah. Kalau perdagangan bebas untuk barang sudah jalan lama dan tak perlu dikhawatirkan lagi," kata dia di Jakarta, Jumat (13/11/2015).
Sayangnya, sebagian masyarakat di Indonesia mempunyai persepsi bahwa perdagangan bebas melulu soal barang. Padahal, di dalamnya juga menyangkut sirkulasi jasa. Dia mengatakan hal inilah yang perlu diwaspadai ketika MEA berlangsung.
"Sekarang yang lain-lainnya, perdagangan sudah dialami semua, jangan salah persepsi juga dengan MEA," ujarnya.
Baca Juga
Oleh karena itu dia mengatakan perlunya peningkatan kualitas jasa dengan pemberlakuan sertifikasi. Dia bilang, pemerintah sendiri telah membangun lembaga sertifikasi guna meningkatkan standar jasa tersebut.
"Sekarang lebih banyak perdagangan jasa, pertukaran tenaga kerja. Kita terus memperkuat standar kompetensi. Kita membangun lembaga sertifikasi supaya tenaga kita memiliki sertifikat," tandas dia.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian Saleh Husin menyatakan, jelang berlakukan MEA, selain terus berupaya meningkatkan daya saing industri nasional, Kemenperin juga melakukan berbagai langkah strategis untuk menyiapkan kompetensi sumber daya manusia (SDM) yang terampil sesuai kebutuhan industri saat ini.
"Pemberlakuan MEA 2015 akan menjadi tantangan bagi Indonesia, mengingat jumlah penduduk yang sangat besar sehingga menjadi tujuan pasar bagi produk-produk negara ASEAN lainnya," ujarnya.
Dia menjelaskan, pihaknya telah menyusun target program pengembangan SDM industri pada tahun ini, yaitu pertama, tersedianya tenaga kerja industri yang terampil dan kompeten sebanyak 21.880 orang. Kedua, tersedianya SKKNI bidang industri sebanyak 30 buah.
Ketiga, tersedianya Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) dan Tempat Uji Kompetensi (TUK) bidang industri sebanyak 20 unit. Keempat, meningkatnya pendidikan dan skill calon asesor dan asesor kompetensi dan lisensi sebanyak 400 orang. Dan kelima, pendirian 3 akademi komunitas di kawasan industri.
"Industri tekstil dan produk teksktil (TPT) merupakan salah satu sektor yang telah merasakan manfaaat dari pelaksanaan program Kemenperin dalam upaya peningkatan kompetensi SDM industri melalui pelatihan operator mesin garmen dengan konsep three in one, yaitu pendidikan, sertifikasi kompetensi, dan penempatan kerja," kata dia.
Menurut Saleh, seiring dengan meningkatnya kinerja industri TPT, terjadi pula peningkatan kebutuhan tenaga kerja di sektor padat karya tersebut. Tidak saja pada tingkat operator tetapi juga untuk tingkat ahli D1, D2, D3, dan D4.
Hal ini tercermin dari data permintaan tenaga kerja tingkat ahli ke Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil (STTT) Kementerian Perindustrian yang setiap tahun mencapai 500 orang, sementara STTT Bandung hanya mampu meluluskan 300 orang per tahun.
Untuk memenuhi sebagian permintaan atas tenaga kerja tingkat ahli bidang TPT, maka sejak 2012 Kemenperinan menyelenggarakan program pendidikan Diploma 1 dan Diploma 2 bidang tekstil di Surabaya dan Semarang, bekerjasama dengan STTT Bandung, PT APAC Inti Corpora dan Asosiasi serta perusahaan industri tekstil di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Selain itu, pada tahun ini Pusdiklat Industri Kemenperin bekerjasama dengan Asosiasi Tekstil dan Pemerintah daerah Kota Solo juga akan membuka Akademi Komunitas Industri TPT untuk program Diploma 1 dan Diploma 2 di Solo Techno Park. Para lulusan program pendidikan Diploma 1 dan 2 tersebut seluruhnya ditempatkan bekerja pada perusahaan industri.
Oleh karena itu, Saleh menyatakan dukungannya terhadap program diklat operator mesin Industri garmen berbasis three in one, serta mengapresiasi program-program pendidikan vokasi berbasis kompetensi untuk menyiapkan tenaga kerja ahli bidang industri TPT mulai tingkat Ahli Pertama (D1) sampai dengan tingkat Ahli (D4), baik yang telah berjalan maupun yang akan dikembangkan.
"Diharapkan, pendidikan vokasi industri dan Diklat Industri berbasis kompetensi mampu menyiapkan tenaga kerja industri yang kompeten, khususnya dalam menghadapai ASEAN Economic Community yang akan diberlakukan pada akhir tahun 2015," kata dia. (Amd/Gdn)