Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Indonesia melarang warganya bekerja di tiga negara Asia Tenggara yakni Thailand, Myanmar, dan Kamboja. Larangan ini menyusul maraknya kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang melibatkan ribuan Warga Negara Indonesia (WNI) yang terjerat dalam sindikat scamming atau penipuan internasional.
Modus operandi para penipu sangat beragam, mulai dari penipuan investasi hingga penipuan asmara, dengan iming-iming gaji tinggi dan pekerjaan mudah yang ternyata palsu.
Salah satu korban, Ilham Fajrian, warga Jakarta, menceritakan pengalaman pilunya. Ia diiming-imingi pekerjaan sebagai pelayan administrasi di sebuah restoran Thailand melalui media sosial, namun justru dipaksa bekerja dalam sindikat love scamming di Myawaddy, Myanmar.
Advertisement
Perjalanannya yang diawali dari Bandara Soekarno-Hatta pada 13 Agustus 2024 hingga ke Myanmar dipenuhi dengan kejadian mencurigakan, termasuk disembunyikan di kandang sapi dan menyeberangi sungai dengan pengawalan penjaga bersenjata.
Kasus Ilham hanyalah sebagian kecil dari ribuan kasus serupa. Banyak WNI yang awalnya tergiur tawaran pekerjaan di Thailand, kemudian secara ilegal diseberangkan ke Myanmar untuk bekerja sebagai scammer alias penipu.
Mereka dipaksa melakukan penipuan online, seperti penipuan asmara, investasi bodong, dan penipuan kripto, dengan ancaman kekerasan fisik dan mental jika gagal mencapai target.
Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding beberapa waktu lalu menegaskan, "Kembali saya nyatakan, bukan sekadar mengimbau, melarang semua warga negara Indonesia untuk bekerja di tiga negara tersebut karena rawan tindak pidana perdagangan orang."
Alasan Pemerintah Larang WNI Bekerja di 3 Negara Ini
Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah tegas dengan melarang warganya bekerja di Thailand, Myanmar, dan Kamboja. Larangan ini didasari oleh tingginya angka WNI yang menjadi korban TPPO di ketiga negara tersebut. Mereka dipekerjakan secara ilegal dan dipaksa bekerja dalam berbagai bentuk kejahatan online, seperti scamming dan judi online.
Menteri P2MI, Abdul Kadir Karding, menekankan bahwa pemerintah Indonesia tidak memiliki perjanjian kerja sama terkait penempatan pekerja migran Indonesia dengan ketiga negara tersebut. Oleh karena itu, semua WNI yang bekerja di sana dianggap ilegal dan berisiko tinggi menjadi korban eksploitasi.
"Semua yang berada di Kamboja, Myanmar bahkan di Thailand, dalam kaca mata kementerian adalah unprocedural atau ilegal," tegas Karding.
Imbauan ini juga ditujukan kepada masyarakat agar lebih waspada terhadap tawaran pekerjaan yang menjanjikan gaji tinggi tanpa kualifikasi khusus, tanpa visa kerja, dan tanpa kontrak kerja yang jelas.
Pemerintah mendorong masyarakat untuk selalu melakukan verifikasi terlebih dahulu sebelum menerima tawaran pekerjaan di luar negeri, agar terhindar dari jeratan TPPO.
Kementerian Luar Negeri RI juga aktif melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang bahaya TPPO dan pentingnya kewaspadaan terhadap tawaran pekerjaan yang mencurigakan di luar negeri. Kerja sama internasional juga terus ditingkatkan untuk mencegah dan memberantas sindikat TPPO.
Advertisement
Kisah WNI Dijebak Bekerja Jadi Penipu dan Disiksa
Kisah Ilham Fajrian menjadi gambaran nyata bagaimana WNI mudah terjerat dalam sindikat scamming internasional. Ia awalnya berangkat karena tertarik dengan tawaran pekerjaan di Thailand melalui media sosial, namun justru dipaksa bekerja sebagai scammer di Myanmar.
Ilham dan 11 rekannya mengalami berbagai perlakuan buruk, termasuk disembunyikan di kandang sapi dan menyeberangi sungai dikawal penjaga bersenjata. Mereka dipaksa menandatangani kontrak kerja yang berat dan menerima siksaan fisik dan mental jika tidak mencapai target pendapatan perusahaan.
"Jika tidak mencapai 200.000 AS dalam 1 tahun 6 bulan, maka kontraknya akan diulang sampai kami bisa menyentuh angka 200.000 dolar AS," kata Ilham, seperti dikutip dari Antara.
Modus serupa juga dialami oleh ratusan WNI lainnya. Mereka dijanjikan pekerjaan yang menarik di Thailand, namun kemudian diselundupkan ke Myanmar dan dipaksa bekerja sebagai operator online scam. Mereka melakukan penipuan asmara, investasi bodong, dan penipuan kripto, dengan ancaman kekerasan jika menolak.
Banyak korban yang mengalami kondisi memprihatinkan, termasuk penahanan, penyiksaan, dan ancaman. Mereka seringkali merasa terjebak dan sulit untuk kembali ke Indonesia. Kondisi ini menunjukkan betapa bahayanya jaringan scamming internasional yang beroperasi di wilayah tersebut.
Pemerintah Pulangkan 554 TKI Ilegal Korban TPPO dari Myanmar
Pemerintah Indonesia telah berhasil memulangkan 554 WNI yang menjadi korban TPPO di Myawaddy, Myanmar. Pemulangan ini dilakukan dalam dua tahap, dengan total 449 laki-laki dan 105 perempuan.
Proses pemulangan melibatkan kerja sama intensif antara pemerintah Indonesia, otoritas Thailand, dan upaya mengatasi tantangan di daerah konflik Myawaddy, Myanmar. Kerja sama internasional, khususnya dengan Thailand, sangat krusial dalam mencegah TPPO.
Mereka dipulangkan melalui Bandara Don Mueang, Bangkok, Thailand pada 18 Maret 2025. Upaya pemulangan ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam melindungi WNI yang menjadi korban TPPO di luar negeri.
Langkah konkret yang dilakukan meliputi peningkatan patroli gabungan, peningkatan kerja sama intelijen, dan sosialisasi kepada masyarakat tentang bahaya TPPO. Penelusuran jaringan pelaku TPPO yang beroperasi di wilayah tersebut juga tengah dilakukan.
Advertisement
Polisi Tetapkan 1 Tersangka TPPO Modus Kerja di Luar Negeri
Bareskrim Polri telah menetapkan satu tersangka terkait dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang melibatkan 500 lebih WNI yang telah dipulangkan dari Myanmar melalui Thailand. Tersangka berinisial HR (27), yang juga bagian dari rombongan WNI yang dipulangkan, diduga berperan sebagai perekrut.
HR menjanjikan pekerjaan sebagai customer service di Thailand, namun justru membawa korban ke Myawaddy, Myanmar, dan memaksa mereka bekerja sebagai operator online scam.
“Modus yang digunakan adalah menjanjikan pekerjaan dengan gaji besar dan fasilitas mewah melalui media sosial. Padahal kenyataannya mereka dijadikan pelaku penipuan daring dan tidak mendapatkan hak sebagaimana dijanjikan,” Direktur PPA dan PPO Bareskrim Polri Brigjen Nurul Azizah, beberapa waktu lalu.
Korban direkrut melalui platform Facebook, Instagram, dan Telegram, dijanjikan gaji Rp10 juta hingga Rp15 juta, termasuk tiket dan biaya keberangkatan. Namun, setibanya di Myanmar, mereka diwajibkan mencapai target dalam bentuk pengumpulan nomor telepon untuk calon korban penipuan online. Gagal mencapai target berakibat pada kekerasan verbal, fisik, dan pemotongan gaji.
Polisi masih mengembangkan penyidikan untuk menjerat aktor intelektual dan pihak-pihak yang terlibat dalam pengiriman pekerja migran secara ilegal.
Adapun tersangka HR dijerat dengan Pasal 4 UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang TPPO, atau Pasal 81 UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, dengan ancaman hukuman minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun penjara, serta denda hingga Rp600 juta.
